Jumat, 11 Februari 2011

His Calling Is Not My Choice

Tuhan memang sedari dulunya suka memilih. Penciptaan terjadi karena Ia memilih untuk menciptakan. Penebusan terlaksana karena Kristus, Sang Allah Putra memilih untuk mentaati BapaNya. Jalan melalui Kristus menuju Bapa ditetapkan karena diputuskan dan dipilih oleh Tuhan. Allah senantiasa memilih dan sampai sekarang Ia masih giat memilih. Injil terus dikabarkan karena IA MEMILIH SIAPA YANG HARUS MENJADI HAMBANYA.
Pilihan itu kejam, pilihan itu keras. Pilihan itu mengundang pertentangan, protes, perlawanan dari pihak yang tidak menyetujui. Setiap pilihan yang Allah buat selalu mendapat perlawanan dari manusia. Pilihan adalah penolakan di satu sisinya! Ada yang dipilih, berarti juga ada yang ditolak!
Kristus tidak memanggil 14 rasul. Kristus hanya memanggil 12 rasul. Berarti tidak semua orang dipilih. Dan perhatian saya kali ini jatuh kepada mereka (para rasul) yang ketika itu sedang asik (bila boleh dikatakan demikian) dengan dunia dan pilihannya sendiri.
Calon-calon pekabar Injil itu sedang sibuk! Mereka mondar-mandir mencari sesuatu. Entah apa sesuatu itu. Hanya mereka yang tahu dalam pikiran mereka. Mungkin sekedar mempertahankan hidup, sehingga tiap harinya harus melaut, menghadapi ombak, menghadapi kekecewaan pulang tanpa ikan, mengalami keletihan akan makna hidup, menjalani rutinitas menghitung uang (si Lewi) yang ia peroleh dari usaha yang penuh konflik, dsb. Namun yang sama adalah mereka sedang mengerjakan sesuatu. Apakah itu? Itu adalah pilihan mereka! Puaskah mereka? Jawaban terhadap pertanyaan ini sangat serius sifatnya.
Mengapakah serius? karena jawaban ini, menentukan kemana mereka akan melangkah kemudian. Bila jawabannya adalah puas, puasnya sejauh mana? Bila jawabannya adalah tidak puas, tidak puas sedalam apa?
Saya bersyukur, karena para murid adalah manusia yang sedang kalut ketika itu! Kalut, kebingungan, kecewa, dan segala emosi negatif lainnya ada pada mereka. Jikalau tidak, tidak ada Petrus yang menangis ketika Sang Mesias itu memanggilnya. Jikalau tidak, tidak ada Matius yang membelalak ke depan untuk kemudian meninggalkan meja kasirnya. Mereka kaget! Mereka terharu! Mereka terpukul ketika Kristus memanggil mereka. Itu bukan karena mereka sedih karena sekarang mereka akan kehilangan pekerjaan. Bukan bersedih karena mereka terpaksa mengikut Kristus yang belum terlalu mereka kenal. Namun mereka shock, karena mempertanyakan: mengapa moment tersebut baru tiba kali ini? Mengapa tidak dari dulu. Karena penantian mereka sudah lama. Penantian akan makna yang lebih tinggi! Penantian akan suatu calling yang lebih mulia, dan paling mulia.
"Aku saat ini bersedih, mengapa tangkap ikan selalu sedikit. Mengapa hari ke depan tak bermakna. Mengapa aku perlu menjadi nelayan sepanjang waktu, tanpa tahu apakah makna menjadi seorang penjala ikan. Oh! apakah makna hidupku? Mengapa aku hidup sia-sia begini? Ikan tidak lebih mulia dari manusia. Tapi mengapa aku hidup bergantung pada ikan?" Teriakan hati seperti ini, segera menjawab dengan tangkas terhadap panggilan Kristus, "Hai anak-anak! Kemarilah, ikut Aku! Aku akan menjadikanmu penjala manusia!" , "That's the moment I've been waiting for so long, My LORD! But Why You calling me, You know all my iniquity. Go away Lord, I'm only a sinner."
Namun Kristus tak menghiraukan tangisan Petrus. Kristus tidak salah pilih! Yang Ia pilih harus melangkah keluar dari sampannya!
Siapakah yang Ia panggil? Siapakah yang mau menjala manusia? Hai kau, Yunus-Yunus tiruan! Jangan terus melarikan diri. Jadilah seperti Kristus. Menaati Tuhan yang memanggilmu!

Rabu, 02 Februari 2011

TUHAN, mengapa Engkau begitu pemilih...?

Manusia senantiasa memilih. mereka harus memilih, dan pasti memilih. Tuhan juga adalah Tuhan yang pemilih. itu bukan karena Tuhan mirip dengan manusia, tapi kebalikannya lah yang benar: manusia mirip Tuhan. Kita setuju dan sependapat bila pada nyatanya Tuhan memilih dan mempersiapkan orang-orang tertentu untuk menjadi hambaNya. namun kita enggan dan tak rela bila harus mempercayai Tuhan yang sama itu adalah Tuhan yang memilih siapa-siapa yang mau Ia selamatkan. kita senang kalau pilihan Tuhan sama dengan pilihan kita. dan kita benci kalau pilihan Dia berbeda dengan apa yang kita harapkan disegala aspek. inilah kesombongan manusia. manusia sedari dulunya mendukakan hati Tuhan, dan ingin menjadi allah di dunianya sendiri. kalau Tuhan memang Tuhan, maka Ia bebas. gerakanNya begitu bebas, begitu dalam, bergelombang, dan menghempaskan manusia congkak ke tempat yang semakin tak mereka inginkan! (kiranya renungan singkat ini merangsang kita untuk memikirkan Tuhan secara Alkitabiah). Amin.