Jumat, 23 Maret 2012

Kekudusan

Luke 18:9-14 
9 And he spake this parable unto certain which trusted in themselves that they were righteous, and despised others:
10  Two men went up into the temple to pray; the one a Pharisee, and the other a publican.
11  The Pharisee stood and prayed thus with himself, God, I thank thee, that I am not as other men are, extortioners, unjust, adulterers, or even as this publican.
12  I fast twice in the week, I give tithes of all that I possess.
13  And the publican, standing afar off, would not lift up so much as his eyes unto heaven, but smote upon his breast, saying, God be merciful to me a sinner.
14  I tell you, this man went down to his house justified rather than the other: for every one that exalteth himself shall be abased; and he that humbleth himself shall be exalted.

Lukas 18:9-14
9 Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini:
10  "Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai.
11  Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini;
12  aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.
13  Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.
14  Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."

            6 Ayat ini berbicara mengenai kekudusan, yang mewakili orang Kristen dan orang berdosa. Ayat ini sudah sangat familier di telinga orang-orang Kristen, bahkan sudah akrab sejak kita masih duduk di sekolah minggu. Dimana setelah kita mendengar renungan terhadap Firman ini, kemudian kita akan dengan serta merta berpikir bahwa adalah bahaya bila kita berdoa dengan menyombongkan diri seperti orang Farisi tersebut. Tetapi ayat ini bukanlah secara khusus mau berbicara mengenai doa. Ayat ini mau menyoroti dengan lebih tajam tentang keadaan hati dari orang Farisi dan orang berdosa tersebut.
            Siapakah yang mampu mengalahkan segala ritual orang Farisi? Siapakah yang dapat mengalahkan sikap hormat mereka dalam beribadah? Bahkan untuk menulis kata “Allah” saja mereka harus sangat berhati-hati, mencuci tangan sebersih mungkin, dan tidak berani secara terang-terangan menyebut nama Tuhan. Bukankah sikap seperti ini yang dikehendaki dan diajarkan oleh Tuhan Yesus? Yaitu “Menghormati Tuhan dengan takut dan gentar.” Namun sangat disayangkan, ritual yang mereka agungkan, sedang mereka agungkan tanpa mengagungkan Tuhan sendiri.
            Kekudusan…
            Apakah sebenarnya definisi kekudusan itu?
            Bagaimana kita sebagai orang Kristen mengusahakan agar diri kita kudus dan tak bercacat?
            Apakah Allah memang menghendaki untuk kita menjadi kudus?
            Bila Allah memang menghendaki, dengan cara bagaimana?
            Allah menghendaki kita kudus? Ya! Allah membenci dan berduka bila orang Kristen melakukan perbuatan berdosa? Ya! Apakah dengan bertindak dengan kudus, seorang Kristen mendapatkan perkenanan Tuhan? TIDAK!
            Tuhan tidak pernah menjadi lebih berkenan kepada anakNya karena anakNya telah mengusahakan kekudusannya dengan banyak cara. Tuhan berkenan kepada anak-anakNya hanya karena Ia melihat kekudusan Yesus Kristus yang “dipakaikan” kepada anak-anakNya. Allah bukan berkenan karena kita semakin kudus, tetapi Allah berkenan karena kita telah berada di dalam Yesus Kristus yang telah terus-menerus menguduskan kita.
            Saya berharap saudara tidak salah mengerti, kemudian menganggap bahwa kita bisa seenaknya berbuat dosa dan menghina Allah. Bukan! Itu bukan isi dari apa yang saya tulis.
            Yang berpikir bahwa dirinya telah menjadi kudus dan bersih dari segala kesalahan adalah sebenarnya orang yang sangat penuh dengan pelanggaran. Dan orang yang semakin merasa bahwa dirinya adalah orang berdosa, adalah sebenarnya umat yang kudus! Ini adalah  salah satu paradox dalam iman kristen.
            Yang menganggap diri kudus, sebenarnya sedang menghina Allah. Yang menganggap dan sadar bahwa diri sendiri adalah seorang berdosa sedang memuliakan Dia.
            Saya lebih setuju untuk mengganti kata “kekudusan” dengan kata “mematikan dosa” Istilah: “Berjuang untuk hidup kudus”, bisa disalahartikan dan berdampak buruk sekali kepada mereka yang belum bertumbuh secara matang di dalam Tuhan! Namun istilah: “mematikan dosa” adalah istilah yang selalu membawa kita kepada pengudusan yang sejati.
            Meminjam kalimat Agustinus, “Siapakah orang kudus itu? Yaitu mereka yang sangat peka terhadap dosa-dosa yang sangat kecil!”
            Kiranya artikel singkat ini menjadi berkat bagi kita sekalian. Amin.

Selasa, 20 Maret 2012

Hidup dan Pembelajaran

Orang Kristen adalah kaum yang diberkati. Mereka adalah pewaris janji-janji Allah baik berupa janji keselamatan, penyertaan, kerohanian, dan materi. Namun disayangkan, banyak dari kita lebih menyenangi hal-hal yang bersifat materi dari pada menyenangi hal-hal yang kekal. Kita hidup dengan terus berorientasi pada hasil apa yang saya dapatkan ketika telah mengerjakan sesuatu. Tak heran anak-anak usia sekolah telah ddilatih dan dididik bagaimana agar sedini mungkin mereka dapat menghasilkan uang sendiri. Mereka diajarkan bagaimana memilih jurusan yang tepat nantinya agar memudahkan mereka untuk mencari pekerjaan dan memudahkan mereka untuk mendapatkan uang dan menjadi kaya. Ini adalah kecelakaan besar dalam pendidikan kita zaman ini.
Bukan hanya kita orang tua dicuci otak oleh konsep dunia berdosa tetapi kita juga menjadi pendukung dan pelaksana program manusia yang pada dasarnya tidak mau kembali kepada Firman Tuhan.
Yang jadi masalah bukanlah apakah orang kristen boleh kaya atau tidak. Tetapi yang jadi masalah adalah apakah yang menjadi motivasi penggerak seseorang untuk hidup, bersekolah, dan bekerja.
Alkitab telah berulang-ulang menekankan bahwa bukan harta yang menjadi prioritas utama dalam hidup manusia. Bahkan bukan pintar yang menjadi prioritas dalam mengejar pendidikan. Alkitab mengajar kita untuk senantiasa mengingat dan mengaplikasikan prinsip kebenaran yang telah Tuhan wahyukan.
Belajar bukanlah untuk menjadi pintar lalu kemudian bisa bekerja dan kemudian bisa menjadi kaya. Belajar adalah suatu panggilan orang kristen disepanjang hidup mereka. Bukan sekedar untuk menambah knowledge, sehingga kita lebih unggul dari yang lain. Tetapi untuk memperlengkapi diri sedemikian rupa sehingga melalui proses pembelajaran itu kita dapat bekerja bagi Tuhan dan kebenaranNya.
Kita harusnya memang menggumulkan apa yang Tuhan percayakan untuk kita pelajari bidang-bidang study yang Tuhan telah berikan. sehingga setiap bidang study boleh diuji, disaring, dikritisi di bawah kebenaran Firman Tuhan.
Kiranya kita mulai memikirkan hidup, pembelajaran, dan pekerjaan sesuai dengan panggilan yang Ia berikan kepada orang percaya. Amin.

Jumat, 16 Maret 2012

Sorga dan Neraka I

Janganlah kita sebagai orang Kristen sampai bertanya, “Sorga ada dimana?” Sebenarnya ini pertanyaan yang sah-sah saja ditanyakan oleh orang Kristen awam. Apalagi mereka yang masih berusia 6 sampai 15 tahun, mungkin sangat ingin mengetahui hal-hal seperti ini. Namun bagi orang Kristen yang telah mengikut Tuhan berpuluh-puluh tahun, bila masih menanyakan hal seperti ini, seharusnya mengkoreksi diri, “Apakah aku telah benar-benar mengikut Dia, mencintai Dia, mengenal Dia dalam hidup ku sepanjang ini?” Bila kita telah benar-benar mencintai Dia, pastilah kita rajin mempelajari Alkitab yang adalah Firman Tuhan 100%. Dan bila kita memang rajin mempelajari alkitab, pastilah kita telah menemukan jawaban terhadap pertanyaan ini, lama sebelum kita “berjalan” bersama Dia berpuluh-puluh tahun.
                Adanya pertanyaan ini di benak orang Kristen sebenarnya sedang membuktikan kemerosotan iman atau pemahaman atau pengenalan akan Firman Tuhan.
                “Sorga ada dimana?” Di atas bumi? Atau di bawah bumi? Atau di sebelah mana?
                Saudara, yang penting bukanlah kita mengetahui sorga ada dimana sehingga saat kita mati kita tahu jalan kesana. Tapi yang penting adalah kita mengetahui siapa yang mencipta sorga dan siapa penunjuk jalan kesana. Ini yang teramat sangat penting. Percuma bila kita mengetahui sorga ada dimana, tetapi kita tidak mengenal siapa yang mencipta sorga dan siapa yang memberipetunjuk jalan kesana. Dan bila kita telah mengetahui siapa yang mencipta sorga dan siapa penunjuk jalannya, maka kita tidak perlu kuatir “ada dimana sorga itu.”
                “Sorga ada dimana?” adalah anak dari pertanyaan, “Tuhan ada dimana?” Yang penting bukan sorganya! Tetapi Tuhannya. Sorga tanpa Tuhan adalah neraka! Ini berarti Sorga baru bisa disebut sebagai sorga jika dan hanya jika Tuhan bertahta disana. Maka keberadaan Tuhanlah yang menyebabkan adanya keberadaan sorga.
                “Tuhan ada dimana” adalah anak dari pertanyaan, “Tuhan itu sebenarnya siapa.” Adalah lebih penting mengetahui Tuhan itu siapa, daripada Tuhan itu ada dimana. Bila kita telah mengetahui Tuhan itu siapa, kita akan secara otomatis mengetahui Tuhan “suka” berada dimana dan Tuhan “tidak suka berada dimana.”
                Demikian juga: Tuhan adalah pencipta “dimana.” Artinya Ia yang menyebabkan keberadaan bisa berada. Artinya Ia adalah pencipta “tempat.” Maka tidak jadi soal tempatnya ada dimana, yang jadi soal adalah siapa Tuan yang tinggal di tempat itu. Bila kita akan berkunjung ke suatu rumah yang mewah luar biasa, mirip istana, tetapi tuan rumahnya adalah pemakan manusia, pasti kita tidak jadi berkunjung ke rumah tersebut. Tetapi bila kita akan berkunjung ke suatu rumah gubuk, namun kita mengetahui tuan rumahnya sangat ramah, baik hati, orang yang bermoral tinggi, pasti kita akan dengan senang hati berkunjung kesana. Demikian halnya dengan Tuhan dan sorga. Yang penting bukanlah sorganya, tetapi Tuhannya.
                Maka, definisi sorga adalah: tempat dimana Tuhan berada. Otomatis, definisi neraka adalah tempat dimana Tuhan tidak berada.
                Disinilah keadilah Tuhan kita, Yesus Kristus. Ia mempersilahkan masuk mereka yang mencintai Dia untuk masuk ke sorga dan mempersilahkan masuk ke neraka bagi mereka yang membenci Dia.