Senin, 29 Juni 2009

Kerusakan Total pada Manusia


Kekristenan percaya bahwa pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan yang terjadi di setiap aspek hidup adalah disebabkan terjadinya Kerusakan Total pada keseluruhan diri manusia. Di bawah ini akan dijelaskan secara negatif dan positif konsep Kerusakan Total yang dimiliki oleh Worldview Kristen.

1. Kerusakan Total tidaklah berarti kerusakan mutlak.
Seseorang yang mengalami Kerusakan Total bukan berarti bahwa kejahatan dalam dirinya telah mencapai intensitas atau derajat yang maksimal. Yang dimaksud dengan kerusakan total adalah orang tersebut tidak mampu melakukan satupun yang baik. Sebagai contoh: seorang anak yang menceritakan kebohongan-kebohongan kecil kepada orang lain. Kebohongan itu sendiri adalah salah, walaupun derajatnya masih kecil. Manusia dapat melakukan tindakan jahat yang paling jahat. Tetapi bila tindakan paling jahat itu tidak dilakukan, itu hanya karena Allah yang masih menahannya. Sebagaimana yang Paulus tulis, "Secara rahasia kedurhakaan telah mulai bekerja, tetapi sekarang masih ada yang menahan. (2 Tesalonika 2:7)."

2. Kerusakan Total tidak berarti hilangnya kebaikan relatif.
Manusia bukan hanya terkadang tidak melakukan hal yang terjahat tetapi mereka juga dapat melakukan kebaikan sampai taraf yang tertentu. Kebaikan seperti ini dapat berupa mengasihi orang lain sampai kepada bentuk pengorbanan diri untuk orang lain.

3. Kerusakan Total secara positif adalah: Dorongan yang tidak pernah berhenti untuk selalu berbuat hal yang jahat, salah, dan berdosa.
Di dalam Kitab Suci Kristen disebutkan, "bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata. (Kejadian 6:5)." Memang manusia terkadang tidak melakukan dosa dengan cara yang terburuk, bahkan masih dapat melakukan sejumlah kebaikan yang relatif, tetapi dalam semua yang dilakukannya manusia berbuat dosa. "Ia tidak dapat melakukan satu hal pun yang benar-benar menyenangkan Allah. (Edwin Palmer, 2005)."

4. Kerusakan Total secara negatif adalah: ketidakmampuan total.
Istiliah ketidakmampuan total ini berkait pada ketidakmampuan untuk melakukan, memahami, atau bahkan menginginkan kebaikan. Semua orang tidak mampu melakukan kebaikan yang mereka harap dapat menyelamatkan dirinya. Karena manusia dipenuhi oleh keinginan daging, dimana semua bentuk keinginan tersebut terbentur dengan aturan moral yang Allah tetapkan. Inilah gambaran dari manusia berdosa, yang mati karena pelanggaran-pelanggarannya
By: Windra

Perspektif Kristen mengenai Kebahagiaan

1. Berbahagia melalui kemiskinan.
Kitab Suci mengatakan, "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga (Matius 5:3)."
Bila di dalam kalimat tersebut tidak disebutkan: miskin di hadapan Allah, berarti semua orang yang miskin materi boleh mempunyai alasan untuk berbahagia. Berarti dimensi miskin adalah berkaitan dengan materi dan finansial. Tetapi tidak seperti ini maksudnya. Kalimat tersebut mengatakan: miskin di hadapan Allah. Ini berarti bukan miskin di hadapan manusia. Manusia melihat apa yang tampak di depan mata mereka, tetapi Tuhan melihat manusia tidak dengan cara demikian. Tuhan melihat sampai ke dalam hati manusia yang terdalam.
Miskin di hadapan Allah, berarti adalah kesadaran akan kemiskinan moral dan kemiskinan kebenaran hati di hadapan Dia. Semua manusia sebenarnya berstatus miskin di hadapan Dia. Yang menjadi masalah adalah apakah manusia tersebut mau mengakuinya atau tidak. Karena semua manusia telah berdosa, maka semua manusia tidak memiliki kekayaan apa-apa di hadapan Pencipta. Mereka yang sungguh-sungguh sadar akan kemiskinan ini di hadapan Allah, seharusnyalah berbahagia. Karena sebelum seseorang diperkenan oleh Tuhan dan diampuni dosanya, dia harus terlebih dahulu menyadari keberdosaannya. Baru setelah itu pengampunan berlaku bagi orang tersebut.

Miskin di hadapan Allah, memiliki beberapa dimensi:
(1) Seorang yang mengaku diri miskin di hadapan Allah, akan mengakui kemiskinan rohaninya.
Yesus menceritakan kisah dramatis mengenai seorang yang memiliki gambaran yang salah tentang konsep kekayaan dan kemiskinan. Orang ini berkata tentang dirinya, "Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah. (Lukas 12:19)." Orang ini tidak tahu bahwa jiwa dan hatinya tidaklah bisa dihidupi dan dipelihara oleh anggur dan makanan. Dan karena kebodohannya, yang menganggap benda materi demikian penting, Allah berkata kepadanya, "Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti? Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah. (Lukas 12:20-21)." Bila tubuh perlu makanan untuk menopang hidup, demikian juga jiwa manusia. "Jiwa punya rasa lapar terhadap Allah, yaitu suatu kerinduan untuk berdamai dengan Allah dan mengikat tali persaudaraan denganNya untuk selama-lamanya. (Billy Graham, 1998)." Batin manusia tidak akan pernah tenang sampai ia menemukan hubungan yang damai dengan Allah. Kekristenan percaya bahwa manusia adalah makhluk yang kekal. Asal mula manusia terjadi di dalam waktu, namun jiwa mereka tidak akan pernah berakhir atau mati. Jiwa manusia kekal adanya. Sehingga hati yang bersifat kekal dalam diri manusia tidak akan pernah dapat dipuaskan dengan sesuatu yang bersifat sementara. Hati yang kekal tersebut harus diisi dengan hubungan damai yang kekal dengan Allah. Maka, bagi mereka yang telah menerima karya penebusan Kristus, hatinya akan merasa damai. Karena manusia tidak lagi perlu menanggung hukuman dan kemarahan dari Tuhan. Kemarahan dan penghukuman tersebut sudah ditanggung oleh Kristus.
Manusia yang miskin di dalam roh, tidak mengukur kekayaan duniawi sebagai nilai kehidupan. Namun menempatkan realita kekekalan sebagai nilai kehidupan yang sebenarnya. Kalimat: berbahagialah mereka yang miskin, juga berarti bahwa mereka akan dipuaskan. Manusia harus terlebih dahulu mengaku diri miskin di hadapan Allah baru kemudian mereka boleh berharap akan diperkaya oleh Tuhan.

(2)Manusia yang miskin di hadapan Allah akan menerima kekayaan yang disediakan Kristus oleh kematian dan kebangkitanNya.
Mereka yang sadar akan rohaninya yang miskin dan jiwanya yang tersesat akan mendapat pertolongan dari Penciptanya. Kristus datang untuk menebus dosa mereka yang percaya kepadaNya melalui kematian dan kebangkitanNya. Bila Kristus mati dan tidak bangkit, maka Ia bukanlah siapa-siapa. Namun Ia bangkit dari kematian, untuk memberikan pengharapan kepada manusia akan adanya kebangkitan dari kematian di dalam dosa. Dosa mengakibatkan maut, dan maut tersebut telah dikalahkan oleh kebangkitan Kristus. Maut tidak lagi berkuasa atas diri manusia yang telah menerima Dia. Tubuh mereka memang akan mati, namun jiwa mereka yang percaya akan diselamatkan dari kematian kekal yaitu penghukuman kekal. Hal inilah yang memberikan kedamaian bagi mereka yang miskin di hadapan Allah.

(3) Miskin dihadapan Allah berarti bergantung sepenuhnya kepada Dia yang mencipta manusia.
Karena Tuhan yang mencipta manusia, maka hanya Dialah yang mengetahui rahasia kebahagiaan ciptaannya. Kebahagiaan manusia akan tercipta saat mereka bergantung pada kebaikan Pencipta. Ia yang mencipta, maka Ia yang memberi kebahagiaan pada ciptaanNya. Yang menjadi tugas manusia adalah tetap berelasi dengan Dia secara benar.

2. Kebahagiaan meskipun berduka.
Kitab Suci berkata, "Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur. (Matius 5:4)."
Kita cenderung berpikir, berbahagialah orang yang bersukacita. Namun, Kristus, yang juga seorang yang sangat berduka, berkata: Berbahagialah orang yang berdukacita. Ada dukacita yang merupakan dosa, yaitu dukacita yang dari dunia. Dukacita ini meliputi rasa putus asa dan kemurungan, yang berkaitan dengan hal-hal yang sementara. Namun, ada sebuah dukacita yang benar-benar mulia, yang memenuhi syarat untuk mendapat berkat, yang menunjukkan suatu kesungguhan dan yang tidak memikirkan kesenangan sendiri.

Dukacita tersebut meliputi:
(1) Dukacita karena menyesali dosa-dosa sendiri. Ini adalah dukacita menurut kehendak Allah, yaitu dukacita karena berdosa. Orang-orang yang berduka seperti inilah yang menjadi milik Allah, yang menjalani hidup yang penuh pertobatan, yang meratapi natur mereka yang rusak dan semua pelanggaran mereka yang banyak, yang menyadari bahwa Allah telah menjauh dari mereka. Orang-orang seperti ini adalah orang yang juga berkabung atas dosa-dosa orang lain, dan menginginkan adanya pertobatan dan pertolongan dari Tuhan.

(2) Kesedihan yang penuh tenggang rasa atas kesusahan orang lain dan keberdosaan mereka. Di dalam tawa yang sia-sia, hati dapat merana; demikian pula dalam dukacita, hati dapat dipenuhi dengan sukacita. Mengapa mereka yang berdukacita dapat disebut berbahagia? Karena mereka seperti Kristus, seorang yang penuh dukacita, yang tidak pernah dituliskan bahwa Ia tertawa, melainkan seringkali menangis. Mereka akan menerima penghiburan, pengampunan, dan damai sejahtera yang telah disediakan bagi mereka.

3. Orang yang lemah lembut adalah orang yang berbahagia.
"Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi. (Matius 5:5)." Orang yang lemah lembut adalah mereka yang dengan tenang tunduk kepada Allah, kepada perkataanNya. Mereka berbahagia karena mengikuti petunjuknNya, menaati rancanganNya, dan bersikap lemah lembut terhadap semua orang. Mereka inilah orang yang mampu menanggung hasutan tanpa menjadi marah karenanya, dan bersikap diam atau menanggapi dengan jawaban lembut. Mereka tetap berkepala dingin ketika yang lain terbakar emosi, dan dengan sabar menguasai jiwa mereka sendiri saat nyaris tidak mempunyai apapun.
Orang yang lemah lembut akan berbahagia sebab mereka serupa dengan Allah yang adalah Tuan atas amarahNya, dan yang tidak dikuasai murka. "Mereka berbahagia karena mereka memiliki penghiburan yang paling nyaman dan tidak terganggu, yang berasal dari diri sendiri dan dari Allah mereka. (Matthew Henry, 2007)."
Mereka disebut akan memiliki bumi. Maksudnya bukanlah mereka akan selalu memiliki sebagian besar dari bumi ini. Namun, dengan kelembutannya, mereka cenderung dapat meningkatkan kenyamanan, kesehatan, dan keamanan saat mereka ada di dunia. Orang yang lemah lembut dan tenang tampak menjalani kehidupan yang paling mudah dibandingkan orang yang lancang dan penuh kemarahan. Demikianlah orang yang lembut akan diberkati.

4. Mereka yang lapar dan haus akan kebenaran adalah orang yang berbahagia.
"Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan. (Matius 5:6)." Kalimat ini juga mengarah pada orang-orang yang tidak mendapatkan perlakuan yang adil dari sesamanya. Mereka mendambakan keadilan dan persamaan hak, namun dicegah oleh orang-orang yang tidak menghormati manusia. Ini adalah hal yang menyedihkan. Namun berbahagialah mereka bila dalam penderitaannya, mereka tetap memelihara hati yang bersih dan berkenan kepada Allah. Orang yang menanggung penindasan dengan hati yang puas dan tenang, akan mendapatkan penghiburan dan kebaikan dari Penciptanya.
Berbahagialah mereka yang haus akan kebenaran. Kebenaran disini dapat berarti semua berkat rohani. Kebenaran ini muncul dari pembenaran yang dilakukan oleh Kristus bagi manusia. Melalui pengorbanan Kristus, Allah membenarkan manusia, dan manusia tersebut diperbarui seutuhnya dalam kebenaran. "Mereka sekarang mengenakan gambar Allah yang diperbarui. (Henry, 2007)."
Lapar dan haus merupakan selera yang sering berulang kembali dan membutuhkan pemuasan yang baru. Demikian juga keinginan-keinginan yang kudus tidak selamanya puas dengan apa yang sudah didapatkan, melainkan meminta pengampunan yang baru. Lapar adalah keinginan akan makanan supaya tetap bertahan, seperti misalnya kebenaran yang menguduskan. Haus adalah keinginan akan minuman untuk menyegarkan, seperti misalnya kebenaran yang membenarkan dan perasaan diampuni. Orang-orang yang lapar dan haus akan berkat-berkat rohani akan berbahagia, karena keinginan-keinginan mereka akan dipuaskan dengan berkat-berkat. Bagaimanapun jiwa akan selalu lapar dan haus akan sesuatu. Hanya Allah sendirilah yang mampu mengisi jiwa. Anugerah dan perkenanNya cukup bagi keinginan yang benar, dan Ia akan memenuhi orang-orang itu dengan kasih karunia demi kasih karunia.

5. Orang yang murah hatinya akan disebut berbahagia.
"Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan. (Matius 5:7)." Hal ini juga bersifat paradoks. Sebab orang yang murah hati biasanya tidak akan dianggap sebagai orang yang sangat bijak, dan juga tidak mungkin dapat menjadi yang terkaya, namun Kristus menyebut mereka berbahagia. Mereka ini adalah orang-orang yang murah hati, yang saleh dan dermawan dalam menaruh belas kasihan, menolong, dan membantu orang-orang yang ditimpa kemalangan. Untuk menjadi orang yang benar-benar murah hati, seseorang tidak perlu memiliki kekayaan yang berlimpah, karena yang diterima Allah adalah hati yang bersedia memberi. Tidak cukup bagi manusia untuk hanya menanggung penderitaannya dengan sabar, tetapi lebih dari itu, manusia harus penuh dengan simpati dan mau turut mengambil penderitaan orang lain. Rasa belas kasihan itu harus tampak dalam memberi semampu kita guna membantu orang-orang yang ditimpa kemalangan.
Mereka disebut berbahagia, karena dalam hal ini juga mereka menyerupai Allah dalam sifatNya. Tindakan murah hati ini adalah bukti kasih kepada Allah. Manusia akan merasa puas dalam hatinya bila ia menjadi alat demi kebaikan orang lain dalam hal apa saja. "Salah satu kesukaan hati yang paling murni dan sempurna di dunia ini adalah berbuat baik (Henry, 2007)." Dalam kalimat: berbahagialah orang yang murah hatinya, tercakup ucapan Kristus yang lain, bahwa: "adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima. (Matius 20:35)."
Mereka disebut berbahagia dan akan memperoleh kemurahan. Orang yang murah hati, akan mendapat kemurahan dari Penciptanya. Dia akan memenuhi kebutuhan ciptaanNya di saat yang mereka perlukan. Sedangkan mereka yang tidak berbelaskasihan akan memperoleh penghakiman yang tidak berbelaskasihan pula.

6. Orang yang suci hatinya akan disebut berbahagia.
"Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. (Matius 5:8)." Di dalam kalimat bahagia ini, kekudusan dan kebahagiaan dipersatukan dengan sempurna. Kekudusan dimulai dari dalam hati seseorang. Kesucian hati itulah yang merupakan ibadah yang sejati. Kekristenan yang sejati terletak pada hati, pada kesucian hati dan pembersihan hati dari kejahatan. Hati manusia harus dimurnikan dan tidak bercampur dengan hal-hal yang najis. Hati harus selalu diarahkan kepada hal-hal yang baik. Hati tersebut harus disucikan karena akan dipersembahkan kepada Allah.
Mereka yang suci hatinya akan melihat Allah. Melihat Allah berarti akan hidup bersama-sama dengan Dia di dalam kekekalan. Inilah kebahagiaan sorga, yaitu hidup bersama dengan Allah. Kebahagiaan untuk melihat Allah hanya dijanjikan kepada orang-orang yang suci hatinya. Orang yang tidak suci hatinya tidak akan tahan melihat kesucian Allah. Tidak akan ada hal yang jahat dapat masuk ke dalam sorga. Semua orang yang suci hatinya memiliki keinginan dalam hati mereka yang hanya dapat dipuaskan dengan melihat Allah.

7. Orang yang membawa damai adalah orang yang berbahagia.
"Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. (Matius 5:9)." Orang-orang yang membawa damai adalah mereka yang memiliki watak yang cinta damai. Cinta damai berarti mencintai, menginginkan, dan bersukacita dengan perdamaian, menjadikannya salah satu unsur dalam diri kita, dan belajar bersikap tenang. Orang yang cinta damai adalah orang yang memilih dan mau memperbaiki keretakan diantara sesama. Orang seperti ini rela melerai pertengkaran walau mereka berisiko ditentang oleh kedua belah pihak. Disinilah mereka dapat mempraktekkan kasih mereka kepada sesama.
Pembawa damai akan berbahagia, karena mereka menikmati kepuasan dengan memelihara perdamaian dan dengan demikian mereka melayani orang lain. Orang-orang ini bekerja sama dengan Kristus yang datang ke dunia untuk memberitakan damai di bumi.
Para pembawa damai akan disebut anak-anak Allah. Hal ini terjadi karena tindakan cinta damai itu akan menjadi bukti bagi mereka sendiri bahwa mereka memang anak-anak Allah. Anak-anak Allah harus menjadi serupa dengan Allahnya. Karena Allah adalah sumber perdamaian, demikian juga seharusnya anak-anakNya. Orang yang senang membangkitkan permusuhan tidak akan mendapat perdamaian dengan Allah. Para pendamai akan mendapat berkat Allah, dan para perusak damai akan mendapat perlawanan dari Dia. Kristuspun tidak pernah bermaksud agar ajaranNya disebarkan dengan cara kekerasan, namun dengan memberikan damai.

8. Orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran adalah orang yang berbahagia.
"Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacitalah dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu. (Matius 5:10-12)."
Berbahagia karena dianiaya adalah hal yang paling paradoks dari semua paradoks yang ada. Murid-murid Kristus yang adalah pengikutNya, harus berbahagia dalam menghadapi peristiwa apapun dalam mengikut Dia. Murid-murid ini disamakan dengan orang-orang kudus yang harus menderita karena Kristus.
Keadaan mereka dapat menjadi menyedihkan dan menderita. Murid-murid dianiaya, dikejar, dan dibunuh oleh orang-orang yang membenci guru mereka. Hal ini memang akan menimpa seorang murid apabila gurunya dibenci oleh orang lain.
Mereka dicela dan dianiaya, serta difitnahkan hal-hal yang jahat. Hal ini dilakukan terlebih dahulu agar kemudian para murid dapat diserang tanpa dapat membela diri mereka. Namun setiap kata-kata penghinaan harus dipertanggungjawabkan kepada Pencipta.
Semua penderitaan yang terjadi kepada para murid adalah disebabkan oleh kebenaran dan Kristus. Mereka menderita karena tidak mau berbuat dosa dengan melawan hati nurani. Mereka menderita karena berbuat baik. Sebenarnya Kristus dan kebenaranNyalah yang dimusuhi, namun para murid juga yang turut menanggungnya.
Namun Allah menyediakan penghiburan bagi orang-orang kudus yang menderita. Mereka dikatakan berbahagia, karena adalah suatu kehormatan bagi seorang murid untuk menderita bagi gurunya. Mereka akan menerima Kerajaan Sorga sebagai upah yang disediakan oleh Allah. Upah tersebut sedemikian besar, bahkan melebihi pengorbanan mereka. "Allah menjamin bahwa orang-orang yang menderita kerugian demi Dia, walau itu nyawa sekalipun, pada akhirnya nanti tidak akan menderita kerugian oleh Dia. (Matthew Henry, 2007)." Pada akhirnya, sorga akan menjadi upah yang melimpah bagi semua kesukaran yang para murid jumpai dalam hidup. Inilah yang membuat para orang kudus dari segala zaman dapat bertahan dalam penderitaan, yaitu karena sukacita yang ditetapkan bagi mereka.
Mereka yang dianiaya harus mengingat bahwa hal tersebut telah terjadi kepada nabi-nabi sebelum mereka. Yang dianiaya harus memiliki teladan dalam hal penderitaan dan kesabaran. Para nabi telah dianiaya dan disiksa, namun mereka tetap bertahan. Sungguh merupakan suatu kehormatan untuk mengikuti para pemimpin yang mampu bertahan seperti itu.