Senin, 23 Januari 2012

Makna Hidup

Saya sempat kaget, seorang anak SD kelas 5 penggemar game bertanya tentang apakah sebenarnya tujuan hidup itu? Di tempat lain, di papan gerobak seorang penjual nasi kucing tertulis tulisan, “Apakah tujuan hidup itu?” Di kaca etalase dari ibu penjual makanan tertulis kalimat-kalimat yang mendorong agar manusia menjadi manusia yang baik, berbudi, berbelaskasihan, dsb.
Yang mengherankan adalah pertanyaan-pertanyaan krusial semacam itu tidak perlu keluar dari hati orang-orang yang pandai. Orang yang biasa, sederhana, mungkin miskin atau kurang berpendidikan pun memikir dan menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang serius tentang hidup. Di sisi yang lain, para pengusaha, pemilik saham, direktur, manajer-manajer mungkin sedang sibuk dengan segala planning dan target perusahaan mereka.
Mereka yang sederhana, terbelakang dan miskin bertanya apakah arti hidup. Sementara yang kaya sibuk mengurus kekayaan mereka.
Pertanyaan mengenai makna hidup akan cepat atau lambat muncul dalam benak manusia. Sebagian mereka menyadarinya sedari kecil, sebagian lain menyadarinya setelah mendekati kematian. Mungkin orang bisa hidup bertahan lama dikarenakan tidak pernah menanyakan pertanyaan tentang makna hidup. Dan juga orang bisa bunuh diri di usia muda karena menanyakan pertanyaan tentang makna hidup dan tidak mendapat jawabannya.
Entah dalam Kekristenan maupun dalam dunia sekuler, pertanyaan tersebut sering tidak digubris. Gereja pun asyik mengajarkan moralitas semu belaka. Banyak gereja bersuara dengan mengaku memberitakan Firman Tuhan namun ternyata bicara tentang moralitas. Kekristenan tidak identik dengan pemberitaan moralitas, walau tuntutan moralitas bukanlah hal yang sekunder dalam kekristenan. Kekristenan diperhadapkan pada pertanyaan-pertanyaan sederhana namun serius.
“Apakah makna hidup? Mengapakah seseorang harus hidup? Mengapakah seseorang harus mempertahankan hidupnya? Apa tujuan hidup?” Tujuan hidup manusia ada dalam hidup itu sendiri. Hidup itu berharga tak ternilai. Karena hidup itu sedemikian bernilai, maka nilai itu “minta diri” untuk diperhatikan oleh manusia. Nilai hidup itu berteriak, membangunkan alam sadar manusia untuk menyatakan bahwa “Aku, si nilai dari hidupmu ini, adalah bernilai!” Nilai dari hidup itu bukan pertama-tama ada pada diri orang lain, tetapi pertama-tama ada pada diri sendiri! Bila seseorang melihat dirinya sendiri tidak berharga, namun orang lain begitu berharga, ia akan menjadi orang yang minder luar biasa. Atau bila ia menganggap dirinya sendiri tidak ada artinya, namun orang lain sedang menjalani hidup yang berarti, ia akan tidak puas dan bisa memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Hidup yang bernilai ditemukan pertama-tama dengan melihat ke dalam diri dari nilai hidup manusia sendiri, baru setelah itu boleh memandang ke dalam nilai hidup orang lain. Mencari Nilai dari SANG NILAI SEJATI adalah dengan memandang jauh ke dalam diri dan hati, karena disanalah terdapat Roh Allah yang hidup dan bertahta. Bila seorang belum menerima Tuhan Yesus dalam hidupnya, ia tidak akan menemukan Roh Kudus ada di dalam hatinya. Sebenarnya hidup manusia adalah fana saja, kecuali Roh Allah hidup, menghidupi, dan memberi arti kepada kehidupan manusia. Apa artinya gelas bila tidak ada yang namanya air. Bukankah hanya menjadi pajangan saja? Gelas dicipta untuk diisi air. Hidup manusia pun dicipta untuk di isi sesuatu. Dan sesuatu itu bukan kekayaan, materi, kesuksesan, kejayaan, kepopuleran, karena walaupun manusia memang menginginkannya, tetapi terbukti semuanya itu tidak dapat mengisi space hati manusia yang tidak terbatas. Hati manusia hanya bisa dipuaskan oleh Allah Sang Pencipta manusia itu sendiri. Baru setelah manusia di isi oleh keberadaan Tuhan melalui Yesus Kristus, mereka bisa menghasilkan hidup yang berarti dan memberi arti bagi sesamanya…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar