Jumat, 28 Februari 2014

Eskatology Perjanjian Baru Menjawab Pengharapan akan Masa Depan
dalam Konteks Pemulihan Segala Sesuatu

Ketika kita berhadapan dengan asumsi dan kepercayaan bahwa dunia yang kita hidupi saat ini akan semakin menuju kepada suatu penyusutan moral, kehancuran etika, berkembangnya humanisme yang begitu selfis, dan manusia menjadi semakin dingin di dalam kasih, kejahatan semakin banyak, semua itu memberikan gambaran yang menyeramkan berkaitan dengan masa depan yang akan kita hadapi. Semua gambaran tersebut begitu jelas diungkapkan oleh Alkitab, sehingga kita sulit untuk tidak menerima semua realitas masa depan di dalam kemungkinan-kemungkinan yang demikian. Melalui tulisan ini, saya ingin meng-compete-kan dua argumen yang membela decline nya dunia kita beserta moralitas manusia yang berada di dalamnya dengan pengharapan Iman Kristen yang semestinya dimiliki oleh setiap kaum percaya, dan dengan basis apa pengharapan tersebut boleh dibangun.
Bila manusia adalah manusia yang harus hidup di dalam pengharapan, maka pengharapan mereka akan selalu berkait dengan future yang akan mereka alami dan hadapi. Dan future ini berada di dalam bayangan imaginasi manusia yang kreatif positif maupun negatif realistis. Maka dua tipe imajinasi yang dikembangkan oleh manusia di dalam kaitannya dengan future akan selalu mempengaruhi bagaimana manusia itu akan bertindak dan beragumen di dalam banyak aspek hidupnya. Seorang olahragawan yang bertanding dengan lawan yang jauh lebih kuat dari dirinya akan bertanding dengan cara yang berbeda dengan seorang yang sedang bertanding dengan lawan yang mudah. Orang yang bertanding dengan rival yang jauh lebih kuat dari dirinya, akan bertanding dengan sekuat tenaga, dan memakai segala strategi dan usaha yang sehebat mungkin untuk dapat memenangkan pertandingan tersebut. Tetapi bila hasil akhir/ konklusi pertandingan itu telah ditetapkan dan dipastikan di dalam future yaitu dimana si A pasti akan kalah dengan rivalnya yang hebat itu, maka si A ini akan bertanding dengan cara yang sama sekali berbeda. Maka imaginasi/ kemungkinan untuk menang memberikan suatu semangat yang double pada si A, namun kepastian bahwa ia akan kalah memberikan racun yang mematikan bagi semangatnya untuk menang.
Melalui gambaran ini, saya ingin mengungkapkan bahwa imajinasi manusia dapat menjadi suatu kepastian argumen di dalam pikiran manusia yang seringkali bahkan tidak memerlukan pembuktian. Pembuktian berbicara mengenai hasil akhir yang pasti, tetapi imaginasi dalam pengharapan hanya berbicara di dalam kemungkinan yang akan terjadi di dalam future. Disinilah iman dan pengertian akan Eskatology Kristen menjadi begitu penting. Karena seorang kristen yang percaya/berimajinasi bahwa dunia ini akan menuju kepada suatu decline yang dasyat, akan melahirkan tindakan yang sangat berbeda dengan seorang kristen yang berimajinasi bahwa dunia ini akan menuju kepada suatu pemulihan yang menyeluruh. Beberapa pertanyaan yang bisa kita pikirkan adalah: jikalau dunia ini sedang dan menuju kepada suatu pemulihan yang menyeluruh terhadap segala sesuatu, bagaimana konsep ini ber-harmoni dengan kepercayaan manusia yang berkata bahwa dunia ini sedang berprosess di dalam declining yang tidak terhentikan? Bukankah dua hal ini berbenturan di dalam dirinya sendiri? Kemudian sebaliknya, bila seorang kristen percaya bahwa dunia kita sedang berada di dalam pemulihan segala sesuatu, namun mengapa realitanya kejahatan semakin bertambah dan kemerosotan kemanusiaan terjadi dimana-mana? Maka bukankah lebih mudah bagi seorang kristen untuk memiliki konsep iman yang bersesuaian dengan realita dunia yang terjadi di sekelilingnya, daripada ia harus memiliki konsep iman yang pada nyatanya berbenturan dengan keadaan dunia yang sedang ia hadapi? Jikalau konsep iman seorang kristen bersesuaian dengan realita dunia yang ia sedang hadapi, pertanyaannya adalah: masih perlukah orang kristen tersebut beriman? Namun bila iman seorang kristen tidak bersesuaian dengan realita dunia yang ia sedang hadapi, masih perlukah iman tersebut dipertahankan, karena toh tidak bersesuaian dengan realita?
Maka Eskatology tidaklah boleh bermain di dalam imajinasi manusia saja, namun harus berpegang dan berdasarkan dengan apa yang Firman itu katakan kepada kita. Kerajaan Allah telah hadir di dalam diri Kristus, dan Kristus menghendaki agar setiap aspek di dalam hidup manusia boleh direstore ke posisi yang Ia kehendaki. Maka banyak dari tindakan dan perkataan Yesus yang mewakili kehendakNya untuk me-restore all things in human life, dan semua itu Ia lakukan di dalam rangka menghadirkan shalom kepada ciptaanNya. Maka karya Kristus selalu berkait dengan aspek-aspek kehidupan manusia, sebagaimana yang diungkapkan oleh Goheen, “Salvation is the restoration of all aspects of human life-religious, political, economic, sosial, and physical.” Bahkan Goheen sampai kepada kesimpulan bahwa Kristus bukan hanya me-restore human life, namun pemulihan yang Ia kerjakan mencakup sampai kepada nonhuman creation. Hal ini dibuktikan seperti di dalam peristiwa ketika Yesus meredakan badai yang mengamuk dan menenangkan danau (Mrk 4:35-41). Tindakan Yesus ini menyatakan kuasaNya dalam membangun kembali pemerintahan Tuhan di dalam ciptaan atas kuasa kejahatan. Maka tema: Rule of God over all creations menjadi tema yang penting di dalam Perjanjian Baru. PemerintahanNya bukanlah melawan kebaikan dan kedamaian, justru Ia sendirilah yang akan menghadirkan kebaikan dan kedamaian itu. Maka di dalam mendirikan KerajaanNya yang penuh shalom itu, dunia dan kejahatan yang berada di dalamnya tidak henti-henti menghambat pekerjaanNya yang mulia.
Jikalau kita setuju bahwa Kristus hadir di dalam rangka me-restore human and non-human creation, itu berarti kita setuju bahwa dunia ini sedang di dalam keadaan yang sakit. ‘Sakit’nya dunia ini haruslah terlebih dahulu kita definisikan, sebelum kita mengerti bagaimana cara Kristus me-redeem semuanya itu. Setelah kita tahu bahwa dunia ini sedang ‘sakit’, kita juga perlu mengetahui apakah ‘sakit’nya dunia itu bertambah parah atau bertambah membaik. Jikalau bertambah parah, jaminan apa yang kita miliki? Jikalau bertambah pulih, bagian apa yang tetap harus kita kerjakan? Diantara dua posisi ini, kita perlu menentukan pilihan. Karena dua jaminan ini akan menentukan bagaimana kita akan memberikan tindakan di dalam hidup kita.
Ketika kita memperhatikan 2 Tim 3:1-9, kita menemukan bahwa pada hari-hari terakhir keadaan manusia akan semakin merosot. Manusia akan semakin mencintai dirinya dan menjadi hamba uang. Secara lahiriah mereka tetap beribadah, namun mereka tidak mempercayai adanya kekuatan di dalam ibadah yang mereka lakukan. Jika keadaan manusia semakin merosot dari hari ke hari, ini akan menyebabkan keadaan dunia yang mereka huni. Maka bumi ini bukan menjadi merosot hanya karena bumi ini berpotensi merusak dirinya sendiri, namun bumi menjadi semakin tidak ‘layak huni’ justru disebabkan kerusakan dari mereka yang menghuni bumi. Maka sedikitnya ada 3 kekuatan ‘perusak’ habitat manusia yang Alkitab ungkapkan kepada kita yaitu bumi itu sendiri (karena tanah yang manusia huni telah Tuhan kutuk), yang kedua adalah penghuni bumi (yaitu manusia dan binatang), yang ketiga adalah evil power (yang mendapat kuasa sementara untuk mengontrol kerajaan angkasa). Akan tetapi seberapa pun besarnya ketiga kekuatan perusak ini, tidak akan pernah dapat menandingi 3 kuasa Penopang Ciptaan yaitu pertama Allah Bapa (yang mencipta), Allah Anak (yang me-redeem all things) dan Allah Roh Kudus (yang senantiasa menguduskan manusia yang percaya kepada Kristus). Dari argumen ini saja, sudah membuktikan dan memberikan jaminan yang kuat bahwa bumi dan segala isinya, demikian juga dengan manusia yang menghuni bumi: akan selalu diperbarui dari hari ke hari oleh Kuasa re-deeming power yang Tuhan kerjakan di dalam ciptaanNya. Maka saya mengambil posisi bahwa moral manusia akan semakin merosot, dan manusia akan semakin meninggalkan dan melupakan Tuhan Sang Pencipta, namun Tuhan akan menyisakan sebagian orang yang tetap akan menikmati ‘dunia’ dan ciptaan dalam kerangka culture redeming yang menyeluruh. Sehingga saya tidak percaya bahwa orang-orang pilihanNya akan semakin ‘menangisi dunia’ dalam arti bahwa tidak ada lagi yang mereka inginkan selain kedatangan Yesus Kristus untuk mendirikan kerajaanNya dalam konteks ‘hopeless’. Justru karena adanya jaminan perihal kedatangan Kristus yang akan me-restore all things, maka orang percaya berbagian senantiasa (karena selalu berpengharapan) dalam seluruh proses Kedatangan KerajaanNya itu. Kekristenan akan tetap memberikan pengaruh di dalam dunia, walau ‘garam’ itu sangat minoritas. Maka selalu ada hal lain yang kita bisa harapkan sebelum Yesus Kristus datang, yaitu kita berharap kita sungguh-sungguh menjadi ‘garam’ yang mempengaruhi dan mengubah dunia, dengan kata lain kita berbagian di dalam usaha Kristus me-redeem all creations in the world.
Kemudian berkaitan dengan bagaimana kondisi manusia yang hidup di dalam dunia, kita dapat memperhatikan bahwa manusia akan semakin fit in dengan dunia yang mereka huni. Ini berarti bahwa manusia sudah benar-benar merasa bahwa bumi inilah ‘rumah’ kekal yang dapat mereka harapkan. Hal ini bisa saja menggambarkan bahwa keadaan dunia akan semakin menyenangkan untuk manusia tinggali. Dan disaat manusia sudah terlalu enak dan nyaman tinggal di dunia, maka saat itulah Tuhan datang. Saat dimana manusia sudah dapat dengan bebas melakukan apa saja yang mereka inginkan (di dalam nature keberdosaan manusia), sehingga dunia ini begitu cocok dengan nature mereka yang berdosa (karena pada akhirnya banyak dari manusia yang hidup dalam dosa), maka disaat itulah Tuhan tiba untuk mendirikan KerajaanNya. Disinilah bagian kita orang-orang yang Tuhan telah tebus, yaitu kita berbagian di dalam restorasi yang Kristus kerjakan bagi seluruh ciptaan.
Jika kita selalu mengeluh untuk segala kerusakan dunia yang semakin parah, lalu dimanakah kebenaran Tuhan yang mengatakan, “Janganlah mengatakan: ‘Mengapa zaman dulu lebih baik dari pada zaman sekarang?’ Karena bukannya berdasarkan hikmat engkau menanyakan hal itu.” boleh berdiri? Jikalau keadaan dunia semakin hari semakin buruk, bukankah ini akan membuat orang-orang kristen sulit untuk bersyukur? Padahal Tuhan senantiasa bekerja di dalam dunia dan di dalam kita, namun mengapa kita tidak dapat melihat dan merasakannya, justru kita lebih mudah melihat dan merasakan kemerosotan dunia? Jikalau Tuhan kita senantiasa bekerja mendirikan KerajaanNya di dunia ini, mengapa kita justru lebih mudah melihat pekerjaan iblis yang mengacaukan dunia ini?
Orang-orang kristen akan tetap dapat menikmati “karunia-karunia dunia yang akan datang”. Sehingga setiap orang percaya tidak akan terbelenggu dengan keputusasaan dan akhirnya hanya berharap agar Kristus segera tiba demi menyelesaikan kesesakan mereka yang hidup di dalam dunia. Jikalau Tuhan kita adalah Tuhan yang berhikmat dan Tuhan yang Mahabaik, maka Ia akan membuat hati kita dipenuhi dengan ucapan syukur ketika kita memasuki hari-hari terakhir tersebut. Alkitab dengan sangat baik mengungkapkan hal ini kepada kita, “supaya pada masa yang akan datang Ia menunjukkan kepada kita kekayaan kasih karunia-Nya yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-Nya terhadap kita dalam Kristus Yesus.” Maka kita harus berhati-hati di dalam cara baca kita terhadap masa yang akan datang. Jika kita berpikir bahwa masa mendatang adalah masa yang sukar dan layak untuk disesali, maka kita belum mengerti kelimpahan anugerah Tuhan yang Ia sediakan bagi kita.
Manusia yang tidak menantikan kedatangan Kristus tidak akan mendapatkan janji keselamatan itu. Mereka tidak menantikan Kristus karena mereka sudah terlalu fit in dengan dunia dan kesenangannya, sehingga tidak berharap hal lainnya selain dosa dan keinginan mereka yang memberontak terhadap Allah. Namun tidak demikian dengan mereka yang menantikan Kristus. Mereka yang menanti-nantikan Kristus mendapatkan janji keselamatan yang sempurna yang Ia telah sediakan. Mereka menanti bukan di dalam kegelisahan, kesedihan, kemelaratan, dan kesengsaraan, namun mereka menanti di dalam sukacita yang berlimpah-limpah di dalam anugerah Tuhan. Karena Kristus telah hadir di dalam sejarah, maka kita mendapatkan jaminan yang pasti akan kedatanganNya yang memulihkan segala sesuatu. Ridderbos mengungkapkannya demikian, “Kepastian bahwa hari keselamatan, waktu penerimaan, telah tiba di dalam Kristus, bukan merupakan akhir dari penantian penebusan, tetapi justru memperkuat penantian ini.” Maka penantian yang diberikan jaminan seperti ini merupakan penantian di dalam kepenuhan sukacita dan kegairahan, dan bukannya penantian yang penuh dengan kemelaratan (walaupun Alkitab juga menunjukkan kepada kita bahwa ada model penantian yang di dalam penderitaan-namun penuh sukacita).
Pada hari-hari terakhir, yaitu di masa-masa ‘mendatang’ Tuhan akan menunjukkan kepada umat pilihanNya kekayaan kasih karuniaNya yang melimpah-limpah, dan bukan hanya melimpah-limpah, namun juga kelimpahan kasih karuniaNya itu didasarkan pada kebaikanNya yang mutlak atas kita di dalam Kristus Yesus. Jikalau hari-hari akhir sudah dijamin di dalam janji yang indah seperti ini, adakah kita meragukan kebaikanNya dan suspicious bahwa hari mendatang pastilah lebih buruk dari hari ini?

Already and Not Yet
Pengertian kita akan Eskatology PB haruslah dijelaskan di dalam kerangka apa yang sudah terjadi dan apa yang belum terjadi. Mengapa hal ini disebut sebagai konsep mendasar di dalam Eskatology PB? Karena hal ini akan berkaitan dengan konsep ‘sekali dan untuk selama-lamanya’ sebagaimana yang Alkitab ungkapkan di dalam pemakaian kata ephapax (sekali untuk selama-lamanya). Maka apakah peristiwa Eskatology itu sudah terjadi di dalam kehidupan Kristen? Jawabannya adalah sudah dan belum. ‘Sudah’ di dalam pengertian bahwa Kristus sudah hadir di dalam sejarah dan menyerahkan nyawaNya sebagai pengorbanan, ‘belum’ di dalam pengertian bahwa KerajaanNya belum digenapi secara penuh di dalam sejarah kehidupan manusia. Hoekema mengungkapkannya demikian, “Di dalam pribadi Kristus janji tentang kerajaan itu telah diwujudkan – meskipun tetap di dalam pengertian bahwa penggenapan akhirnya ada di masa yang akan datang.”
Petrus memiliki pandangan yang berbeda dengan kita dalam memandang zaman ini. Kita umumnya berpikiran bahwa masa sekarang ini adalah masa: zaman akhir. Namun Petrus menganggap masa di saat ia hidup sebenarnya sudah masuk ke dalam masa: hari-hari terakhir. Kis 2:15-17 (khotbah Petrus pada hari Pentakosta) menyebut kata ‘hari-hari terakhir’ yang di dalam bahasa Ibraninya ‘ach rey khen, yang berarti: setelah itu. Sehingga secara gamblang Petrus sebenarnya telah mengatakan bahwa mereka pada saat itu telah berada di dalam masa: hari-hari terakhir. Dan istilah ‘hari-hari terakhir’ ini mau menunjuk kepada suatu nuansa penggenapan. Di dalam surat Ibrani, penulis surat ini melihat kehadiran Kristus sebagai penggenapan eskatologis yang bersifat final. Banyak ayat-ayat di dalam PB yang menunjukkan adanya sebuah penantian mengenai datangnya suatu zaman yang akan datang sesudah zaman ini.
Penulis PB banyak mengungkapkan kepada kita bahwa kita saat ini telah hidup di ‘hari-hari akhir’ (sebagaimana yang Petrus ungkapkan), namun kita belumlah tiba kepada the last day-‘akhir zaman’ (‘hari-hari terakhir’ yang dinyatakan dalam bentuk tunggal). Kita seringkali justru terbalik di dalam mengerti hal ini. Kita berpikir bahwa kita sedang hidup di akhir zaman dan belum tiba pada hari-hari terakhir, justru sebaliknyalah yang diungkapkan oleh Alkitab, yaitu bahwa kita sedang tinggal dan hidup di dalam hari-hari terakhir namun belumlah tiba di dalam the last day yaitu akhir zaman (dimana semuanya akan digenapi).

Eskatology Masa Depan dan Masa Lalu
Eskatology PB juga merupakan eskatology yang melihat ke masa lalu dan bukan hanya melihat ke masa depan. Sehingga konsep eskatology yang kita miliki bukanlah eskatology yang berdiri sendiri di masa depan tanpa adanya kaitan dengan masa lalu dan masa sekarang. Namun seperti apakah kita dapat mengerti keterkaitan antara masa depan, masa sekarang dan masa lalu di dalam konteks eskatology?
Perjanjian Baru melihatnya demikian: yaitu setiap berkat yang kita terima dan nikmati di masa sekarang merupakan janji yang Allah suarakan di masa lalu. Dan berkat yang kita terima di masa sekarang ini menjadi jaminan yang pasti bagi tersedianya berkat di masa yang akan datang dalam cakupan yang jauh lebih besar. Sehingga pengertian kita akan ketiga realitas waktu ini tidaklah boleh terpisah dan berdiri sendiri. Iman kita bukanlah iman yang terpisah-pisah tanpa adanya hubungan antara masa lalu dan masa sekarang, demikian juga di masa depan. Iman kita adalah iman yang hidup yang bertumbuh dari masa lalu, sekarang, sampai pada kelimpahannya di masa depan. Hoekema memberi contoh seperti ini: Kedatangan Kristus merupakan penggenapan janji di masa lalu dan sekaligus suatu jaminan akan kedatanganNya yang kedua. Hal yang senada juga diungkapkan oleh para malaikat ketika para murid tak henti-hentinya melihat ke atas pada saat Kristus terangkat, “Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga.” Dari sini kita melihat bahwa iman kita akan masa depan sangat berkait dengan apa yang Tuhan telah janjikan dan lakukan kepada kita di masa yang lalu. Jikalau Ia adalah Allah yang setia pada masa lalu, Ia juga adalah Allah yang setia pada masa depan.



fr

Tidak ada komentar:

Posting Komentar