Kamis, 23 Desember 2010

Makna Hidup ; di Tengah Kesia-siaan

"Kesia-siaan belaka, kesia-siaan belaka... segala sesuatu adalah sia-sia...Matahari terbit, matahari terbenam, lalu terburu-buru menuju tempat ia terbit kembali... Angin terus menerus berputar, dan dalam putarannya angin itu kembali. (Amsal 1:2-6).

Di dalam perjalanan waktu... manusia tak henti-henti menciptakan sesuatu. Dalam bidang apapun, mereka tak pernah puas melihat apa yang telah ada. Seolah-olah kreasi dan kreatifitas mereka tak habis-habis dalam mencipta. Manusia yang baik mencipta hal-hal yang berguna bagi kelangsungan hidup manusia. Manusia yang jahat mencipta hal-hal yang kelihatannya baik namun jahat, demi keuntungan mereka sendiri. Manusia terbius dalam kesibukan mereka, sehingga tidak ada lagi waktu untuk memperhatikan gerak-gerik alam yang mau berbicara kepada hidup manusia.
Pikiran manusia cerdas senantiasa bergerak mencari ruang lingkup yang belum terselami. Mencari jejak-jejak jalan yang belum ditapaki. Dengan otak yang hebat, mereka menemukan ruang-ruang gelap yang belum diisi oleh pengertian manusia. Mereka mulai mencoba mengisi, menjejali dengan segala pengertian yang telah mereka peroleh dari ruang yang lebih terang. Bangku-bangku kuliah telah merangsang para jenius untuk mengkaji ulang segala sesuatu. Dan menemukan bahwa segala sesuatu tak tentu benar adanya. Lalu mereka mencoba menghasilkan konsep baru dengan daya kreatifitas yang tinggi, dengan harapan memberi terang kepada ruang kosong dan hampa yang mereka temukan.
Mereka senantiasa menemukan ruang kosong. Ruang hampa dengan dinding-dinding yang telah berkarat dan rapuh. Lalu dengan lilin mainan yang mereka miliki, mereka mencoba melihat, seberapa mungkin ruang itu mereka hias menjadi tempat yang mengagumkan.
Inilah hidup orang pandai yang menggali kepandaiannya dalam pikiran yang mereka punya. Dan meletakkan segala konsep yang telah mereka dapat, yang hanyalah perangsang untuk mereka berpikir dengan suatu daya yang lebih besar.
Mereka menghasilkan karya yang besar. Pikiran yang rumit. Ambisi yang besar. Dan menemukan ruang kosong itu terlalu luas untuk mereka isi dengan mahakarya buatan tangan mereka.
Dunia terus berputar, tanpa memperdulikan seberapa hebat manusia mengisi the empty space yang diwarisi tanpa pemberitahuan. Informasi warisan yang berupa ruang kosong, tak perlu mereka ketahui siapa yang memberi, dan apa perlunya ruangan itu berada. Karena dengan daya khayal yang mereka punya, manusia begitu mudah menemukannya.
Angin bertiup dan berputar-putar sekeliling daya khayal manusia, namun manusia hanya tertarik pada apa yang mereka pikirkan, hasilkan, dan temukan.
Si jenius melewati malam tanpa waktu! Si kerdil mengais-ais di malam hari, berharap waktu tak menghampiri dia di dalam mimpi indahnya.
Kepandaian menghisap banyak waktu. Kebodohan ditelan waktu! Orang pandai terus berpikir hari demi hari, malam demi malam, tanpa sadar jenggot telah panjang, dan tulang telah membungkuk. Orang bodoh tak mau berpikir, karena berpikir adalah mahluk ganas yang bisa mematikan kenyamanan mereka. Yang pandai melupakan waktu. Yang bodoh hanya menghitung hari kematiannya. Yang pandai, tidak menghiraukan matahari hendak terbit atau tenggelam. Yang bodoh, terus memperhatikan matahari terbit dan tenggelam, tanpa mengerti makna mengapa matahari harus berkelakuan sebodoh itu terus-menerus.
Matahari marah sampai membara memperhatikan manusia pandai tak memperdulikan dirinya. Bulan menjadi dingin karena terlalu kecewa melihat kedunguan orang-orang bodoh di bawah sana. Bintang pun menjauhkan dirinya dari hadapan si pandai dan si bodoh, karena bintangpun kecewa mengapa mereka diduga berkaki lima, sedangkan kaki mereka lebih bercahaya dibanding pikiran manusia. Namun cahaya-cahaya dari benda-benda langit tak bosan memberitahu manusia, bahwa mereka sedang berkarya. Yang bosan bukanlah benda langit. Tetapi manusialah yang telah menjadi bosan dengan kehadiran mereka yang tanpa makna. "Kalian bertindak seperti itu terus-menerus, apakah yang hebat dari diri kalian?" Manusia menyerukan kebodohan ke angkasa, harap-harap tentara langit boleh terdiam dan mengakui kesalahan yang telah mereka perbuat.
Matahari terus terbit untuk kemudian terbenam. Bulan terus memaksa diri tersenyum sambil meminjam cahaya raja langit. Namun siapakah yang bersedia memperhatikan mereka, bila nyatanya manusia terus sibuk dengan aktifitasnya.
Lihatlah semua ciptaan di langit... mereka terus-menerus berkelakuan sama. Bukan karena mereka bodoh. Bukan karena mereka tak mampu menghasilkan karya yang baru, hai orang pandai! Mereka terus seperti itu, karena mereka bersedih, mengapa manusia di bumi hidup tanpa makna....! Perputaran yang tanpa henti, mau meneriakkan bahwa hidup yang manusia jalani, sedang berlalu tanpa makna apa-apa! Angkasa raya menjadi saksi terhadap kematian orang-orang pandai di bumi. Yang telah menjalani hidup dengan terus berkarya, namun tak menghasilkan makna apa-apa. HAI MAKNA SEGALA MAKNA... DIMAKAH KAU BERADA? Mengapakah orang-orang pandai tak berhasil menemukan engkau? Mengapa engkau bersembunyi dibalik ruang yang kosong?
Kasihan manusia terus berjuang, terus berpikir, namun hanya menghasilkan gambar coret yang tak jelas maknanya.
Biarlah perputaran yang menjemukan, yang dipagelarkan oleh serdadu angkasa, membuat manusia memikirkan makna hidupnya...! Biarlah angin terus bertiup, dan matahari terus bersinar, biarlah itu terjadi hari ini dan besok, dan lusa, dan kemudian, agar manusia menjadi bosan kepadamu, sehingga kemudian, mereka boleh berhenti sejenak dari aktifitas kosong mereka, dan memikirkan apakah makna dari semua ini? Apakah makna diri mereka? Apakah makna angkasa raya? Apakah makna dari karya mereka? Dan kemana makna hendak menuju? Dan kepada siapakah makna memperhamba dirinya?
"Oh, TUAN dari segala makna. Tampakkanlah DiriMu kepada kami ciptaan, hingga kami boleh mengenalMu, memujiMu, dan melayaniMU, Sang Pemberi Makna Sejati."
Permohonan itu sangat asing di telinga manusia. Sebegitu asingnya, seperti sedang memainkan lagu klasik yang indah, dan menanyakan maknanya pada seekor babon. Kesamaan peristiwa, kesamaan nada, kesamaan tarian dari angkasa raya, sungguh membosankan manusia yang jenius!
Biarlah orang pandai menjadi bosan dengan kepandaiannya. Biarlah orang dungu menjadi gatal kupingnya, ketika mereka terpaksa mendengarkan paduan suara yang sama setiap harinya di sepanjang hidup mereka. Paduan suara dengan nada yang sama, dengan gerakan yang sama, dinyanyikan dengan raut wajah yang sama, untuk mengatakan hal yang sama, bahwa hidup manusia tak bermakna tanpa MAKNA YANG SEJATI!
Makna yang sejati hanya datang dari Sorga...! Makna yang sejati tak bisa kau temukan dalam dirimu! Kecuali MAKNA itu telah meresapi sumsung tulangmu. Baru manusia bisa berbica kepadaNya, bertanya kepadaNya, memohon kepadaNya, tentang apakah Kehendak berdiamnya MAKNA itu di dalam dirimu. Kemurnian datangnya dari atas. Kesucian diarak-arak dari bukit yang tinggi. Anugerah mengalir dari ketinggian Sorga. Untuk menyatakan fananya, rendahnya, kasihannya, ciptaan yang berada di bawah sini. Jangan paksa anugerah untuk turun mendefinisikan makna yang ia miliki kepada manusia. Jangan berteriak-teriak meminta hujan sejuk untuk membasahi hati manusia yang haus. Jikalau memang manusia belum sungguh-sungguh merindukan makna yang sejati.
Biarlah rutinitas hidup membuat manusia bosan! Ini sungguh kalimat yang keras dan kasar. Namun biarlah itu terjadi. Agar manusia merindukan Penciptanya...! Agar manusia memohon kepada Penciptanya. Untuk memenuhi ruang hati yang kosong, yang sudah lama tidak diisi. Berharaplah agar Kuasa itu datang. Mintalah Penciptamu hadir... hadir di ruang kosong hatimu. Agar kepandaianmu tidak sia-sia. Agar kebodohanmu tak menyeretmu ke neraka. Agar langkah-langkah yang manusia buat tak salah. Agar lilin mainan itu boleh diganti, dengan lilin terang yang baru. Lilin yang bernyala begitu terangnya. Sampai segala sifat di hatimu boleh ditemui oleh terang itu, tanpa perlu menjadi malu, tanpa perlu menyembunyikan diri. Biarlah cahaya yang baru, menembusi bayang-bayang kesemuan dari perputaran yang membosankan. Yang baru akan menyingkirkan yang lama. Demikianlah kebosanan akan disingkirkan dengan kebaruan. Namun sebelum manusia boleh mencicipi segala yang baru. Mereka harus ditenggelamkan ke dalam kesemuan yang fana. Kesemuan tanpa makna, yang akan membuat mereka berteriak, memanggil Cahaya Baru itu, untuk datang, membawa mereka menuju MAKNA YANG SEJATI. KRISTUS ! makna sejati yang Asli.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar