Selasa, 02 September 2014

Pendidikan Bergantung pada Guru dan atau Murid?

Pendidikan Bergantung pada Guru dan atau Murid?
Pengetahuan dan informasi adalah dua hal yang berbeda. Informasi bukanlah pengetahuan dan pengetahuan bukanlah informasi. Informasi boleh benar boleh tidak, pengetahuan harus benar. Informasi boleh beragam dan tidak terselesaikan. Pengetahuan harus tunggal dan mengintegrasi hidup manusia. Informasi tidak berkaitan dengan iman dan mati-hidupnya manusia. Pengetahuan berkait dengan iman dan mati-hidupnya seorang manusia. Darisinilah seorang guru dibutuhkan oleh umat manusia. Karena manusia tidak hanya berhadapan dengan Koran dan berita di Televisi atau beberapa majalah yang terus mencuci otak manusia, namun manusia perlu di-guidance­ untuk bisa membaca segala informasi dan gejala yang terjadi di dalam dunia dimana mereka tinggal.
            Seorang guru bukanlah sekedar membagikan informasi (yang bisa dilakukan oleh koran rongsokan), namun ia membagikan pengetahuan yang ultimat yang bagaimanapun dibantah oleh seorang murid, kebenaran dari pengetahuan yang ia sampaikan akan tetap bersinar di hati murid. Maka pengetahuan dari seorang guru bukan hanya menyentuh aspek rasional yang dimiliki oleh seorang manusia, namun juga aspek will, believe, emotion, dan seterusnya. Maka posisi guru adalah posisi yang tidak dapat digantikan dengan media apapun di dalam dunia. Posisi seorang guru mengambil tempat Allah (di dalam pengertian turunan) untuk menanamkan kebenaran ke dalam hati seorang murid. Dan posisi ini perlu ditunjang dengan confident yang cukup dan benar.
            Seorang guru yang tidak memiliki confident tidak seharusnya menjadi guru (guru apapun). Sehingga profesi yang paling membutuhkan kekuatan confident adalah profesi mendidik dan berkhotbah. Dan confident tersebut terlihat pertama kali dari “tekstur suara” yang dimiliki oleh seorang guru. Seorang guru yang Tuhan berikan suara yang indah, merdu dan berwibawa adalah anugerah yang besar bagi kekristenan. Karena Tuhan memaksudkan suara untuk memiliki kekuatan men-design interiority seorang manusia. Manusia terpengaruh jiwanya karena suara yang mereka dengar. Manusia beriman atau tidak beriman, ditentukan oleh jenis suara dan suara apa yang mereka dengarkan.[1] Manusia beriman karena adanya suara yang diucapkan oleh Firman dan oleh Kristus kepada mereka. Manusia tidak mampu beriman hanya karena mereka melihat sesuatu/ mujizat.[2] Dan bukankah karena ”suara” juga manusia jatuh kedalam dosa dan tidak menaati Allah?
            Suara memiliki kekuatan untuk merombak system nilai yang dimiliki oleh seorang murid kebenaran. Suara dapat memimpin dan memberikan arah bagi seorang murid untuk menuju pada panggilan Allah. Suara yang benar adalah suara yang membawa manusia kembali kepada Allah dan panggilan-Nya. Karena itu istilah “panggilan Tuhan” juga berkaitan dengan suara yang didengarkan oleh mereka yang terpanggil.
            Suara memiliki horizonnya sendiri. Suara bukanlah dilawankan dengan silent/ ketiadaan suara. Suara justru menjadi suara karena berkerumunan dengan suara-suara yang lain. Maka suara menjadi suara bukan karena tidak adanya suara, tetapi karena suara tersebut meaningfull bagi yang mendengarkan. Dunia tempat dimana kita tinggal selalu dipenuhi oleh suara. Bahkan di malam yang paling sunyipun masih tetap ada suara yang terdengar di telinga kita. Dari sini kita mengerti bahwa suara selalu menghampiri telinga manusia, yang menjadi persoalan adalah apakah manusia mampu mem-filter suara yang mereka dengar? Apakah mereka menjadi seorang yang memilih suara apa yang mereka ijinkan untuk men-design jiwa mereka atau tidak? Jika manusia tidak memiliki hati yang takut akan Tuhan, maka mereka akan menerima semua suara yang mereka temukan, dan hal ini akan menjadikan manusia tidak memiliki iman sama sekali atau memiliki iman yang salah dan kacau.
            Lalu bagaimana dengan pendidikan yang memusatkan pada kinerja mata? Mata manusia melihat sesuat dan menghafalkan apa yang mereka lihat. Namun apa yang mereka lihat ternyata tidak terlalu berkait dengan interiority di dalam jiwa mereka. Karena mata hanya men-design rumusan-rumusan yang perlu diingat oleh seorang murid di dalam kaitannya dengan abstraksi yang mereka pikirkan. Sehingga orang yang daya penglihatannya kuat, akan memilih guru yang memiliki tampilan yang menunjang sebagai guru. Atau ia akan memilih seorang guru yang abstraksinya sangat kuat, sehingga bila guru ini menuliskan suatu rumus yang rumit, murid akan terperangah kagum dan akhirnya juga mengagumi guru yang pandai ini. Dari sini kita bisa mengerti bahwa indera penglihatan memiliki fungsi sebagai “jembatan” yang menolong seorang murid tetap interest kepada gurunya. Itulah sebab, seorang guru yang baik tidak akan memakai pakaian yang asal-asalan ketika ia mengajar, namun akan memakai pakaian yang baik dan indah dipandang. Bila guru mengerti hal ini, di titik awal penampilan, mereka sudah memenuhi kualifikasi “mata” sebagai seorang guru.



[1] Roma 10:17
[2] Mat 17:17: Yesus menghardik mereka yang tidak percaya walau sudah melihat banyaknya tanda yang Ia lakukan di hadapan mereka. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar