Selasa, 02 September 2014

Utilitarianism – Busyness’s aspect in Utilitarianism

Utilitarianism – Busyness’s aspect in Utilitarianism
(Mzm 127:2, “In vain you rise early…”; Pkh 3:1-15, “ada waktunya…”)
1.      Robert Levine (social psychologist) melakukan penelitian terhadap 31 Kota di berbagai negara. Ia mengukur kecepatan berjalan di tiap-tiap kota berbeda. Dan ia menemukan bahwa kota dimana masyarakatnya berjalan dengan sangat cepat adalah kota yang:
a.       Mengalami ekonomi yg sedang berkembang pesat, kota-kota industry, populasi yang padat, iklim dingin, individualism yg tinggi.
2.      Manusia punya 2 cara pandang terhadap waktu:
a.       Clock timeàstressfull. Waktu diukur sangat presisi/ tepat. Cara pandang seperti ini memicu stress.
b.      Event timeàboredom. Waktu diukur berdasarkan event. Biasanya terjadi pada kota-kota terbelakang. Missal: bis akan jalan kalau penumpangnya sudah penuh.
c.       Middle time (ini yg dianjurkan Robert Levine).
3.      Kapitalisme: “Khaput”=”the head of the body”/ pemimpin/ kepalaà Modal.
a.       Pertemuan antara Profit & Comodityà segala sesuatu bisa diperjual-belikan (termasuk labor-nya manusia/ pekerjaan manusia itu sendiri). Contoh: jasa apapun yang menolong/ memberi kenyamanan pada manusia dapat diperjual-belikan (spa, hias kuku, perdukunan-misticism).
b.      Terjadi Dehumanisasi di dalam pabrikà manusia menjadi boredom/ bosan dengan pekerjaannya, rumahnya, rekannyaà kebosanan menghasilkan kerusakan moral, kemunduran intelektual, kehancuran spiritualitas (spiritualitas: busyness- manusia mengukur keberhasilan dengan achievement/ sibuk atau tidak).
4.      Ilustrasi Utilitarian vs Christianity.
Suatu perahu yang memuat 10 orang, dimana 9 orang diantaranya adalah penumpang dan 1 orang adalah pengendali perahu. 8 diantaranya mampu berkontribusi bagi keselamatan perahu, dan 1 orang diantaranya tidak mampu berkontribusi (karena sakit parah). Terjadi badai sehingga satu orang dari mereka harus berenang demi kapal tidak tenggelam.
a.       Tindakan Utilitarian: mayoritas mengambil voting, bahwa yg satu orang sakit inilah yang harus berenang. Karena ia toh tidak memberikan kontribusi apa-apa bagi keselamatan banyak orang. Dan ia adalah orang yang sudah sakit, apabila ia tidak selamat, itu tidak terlalu memperburuk keadaannya yang memang sudah sakit parah.
b.      Tindakan Kekristenan: satu orang (yaitu pengendali perahu) memutuskan bahwa dia sendirilah yang akan berenang, dan membiarkan yang lainnya selamat. Ia meresikokan dirinya (padahal ia yang paling mampu mengendalikan perahu).

THE BUSINESS OF BUSYNESS –
Charles Anderson (PhD in NT Univ. of Cambridge)
1.      Kita memiliki panggilan: untuk membaca zaman kita (cultural hermeneutics-intepretasi zaman):
a.       Understanding the cultural work.
b.      Assessing it theologically (menilai konsep theology yg ada di dalamnya).
c.       Formulating our response.
2.      Paper ini dimulai dengan kalimat, “I’m late! I’m late! For a Very important Date!”/ “cepat, cepat… kita sedang dikejar waktu.”
a.       Manusia sudah tidak punya banyak waktu untuk sesuatu. 24jam/7hari sudah tidak cukup bagi manusia untuk bekerja.
                                                              i.      Starbucks mensuplay cafein dengan double portion.
                                                            ii.      Drive-through: memfasilitasi kita menarik uang, memesan makanan dengan cepat.
                                                          iii.      Sudah ada drive-in church di Florida. (roti dan anggur dibagi di dalam kemasan, pembacaan alkitab dengan cepat).
                                                          iv.      Manusia dipercepat sampai langkah mereka kebingungan: namun tidak mempercepat adulthood/ maturity mereka.
3.      Menyadari hal ini manusia mengambil beberapa respon:
a.       Management waktu: menentukan kembali aktivitas mana yg menjadi prioritas.
b.      Manusia memperlambat langkah mereka.
c.       Melakukan squeeze more things.
4.      Namun manusia tidak merasa perlu untuk menjelaskan apa yg sebenarnya sedang terjadi?




Too Many Choices But Not Enough Boundaries
1.      Kita punya banyak pilihan, tapi tidak punya border. Sehingga pilihan-pilihan yang kita buat adalah borderless.
a.       Isu tentang borderless semakin kuat di dalam postmodern. Hal ini dipakai di dalam dunia pendidikan menjadi pendidikan yg interdisipliner. Contoh: bicara tentang pendidikan tetapi di dalamnya membahas isu sexualitas.
b.      Borderless membawa kita masuk ke dalam isu Ambiguity of Everythings.
                                                              i.      Manusia kehilangan Identity of Self. Contoh: motivator mengkaji isu-isu tentang iman, creativitas, breakthrough (terobosan). Padahal isu-isu ini harusnya Gereja yg handle. Kemudian pendeta merangkap sebagai bendahara gereja.  
c.       Borderless ini berkait dengan spirit unlimited. Manusia tidak ingin dibatas. à ini adalah bentuk tension (ketegangan) antara kekinian dan transendensi manusia. Manusia memakai kata, “saya sedang sibuk… saya sedang meeting!” untuk membangun self-esteem. à manusia membangun self important.
2.      Kita memiliki persepsi mengenai “waktu”: kita punya penghakiman terhadap: berapa banyak waktu yg kita habiskan untuk suatu aktivitas.
a.       Dalam dunia agrarian: how many time spent itu tidak penting, yg menjadi perhatian adalah: apakah tugas tersebut selesai sesuai dengan musimnya.
b.      Revolusi Industri mengubah persepsi manusia tentang kerja dan waktu: waktu tidak lagi diukur berdasarkan kekuatan manusia mengerjakan, tetapi berdasarkan kekuatan mesin mengerjakan.
c.       Masuknya globalisasi dan information economy: membuat meeting di berbagai Negara dapat dimungkinkan, hal ini menyebabkan persepsi waktu kita bargantung pada type of work.
d.      Semua hal ini mempengaruhi our views of time.
3.      Mari kita mendefinisikan busyness? Busyness adalah kombinasi dari dua hal: activity and speed.
4.      Toolkit: setiap kali kita menilai zaman (cultural hermeneutics): kita perlu paling tidak memakai 2 tools:
a.       Creation (God’s original good intent).
b.      Fall (corrosive effects from sin).


Busyness as Virtue or Vice (sifat buruk)
1.      Yang mengerikan: busyness shapes who we are. Manusia tidak lagi identic dengan job-nya, tetapi dengan seberapa busy dia.
2.      Busyness dapat dipandang sebagai virtue or vice (keburukan).
a.       Kita harus mengakui pencapaian economic gain adalah karena busyness-nya manusia.  Our prosperity (kemakmuran) yg kita nikmati adalah hasil dari kerja keras jangka panjang.

BUSYNESS IN THE LIGHT OF CHRISTIAN WISDOM
Brief Biblical Reflections on Living in Time
1.      God is the Lord of timeà Tuhan menciptakan malam dan siang, musim demi musim, Ia menetapkan jumlah tahun bagi manusiaà semua itu ada maksudnya.
a.       Tuhan menetapkan batas-batas waktu bagi aktivitas manusiaà dan ketaatan kepada batas-batas waktu tsb adalah bentuk Kepercayaan kita kepada Dia yg memelihara kita.
b.      Yakobus dengar keras memperingatkan manusia yg ingin terus mengontrol waktu (Yak 4:13-16).
2.      Time is finite (terbatas)à kita tahu bahwa dunia/ zaman ini akan mencapai akhirnya (akhir zaman). Waktu akan berakhir. “Kesementaraan” di dunia ini membuat kita memandang waktu dengan cara yang berbeda.
3.      Ada polarity (berlawanan) in God’s moves. Yaitu antara slowness and suddenness.
a.       Israel merana di padang gurun selama 400 tahun baru kemudia Tuhan membebaskan mereka.
b.      Biblical history menunjukkan suatu pola: menunggu baru kemudian Tuhan bekerja dengan mengagumkan.
                                                              i.      Lazarus harus mati dahulu… baru Tuhan bekerja. Martha sudah complain habis-habisan kepada Tuhan, “Jikalau/ kalau saja Engkau datang lebih cepat… kalau saja Engkau tidak terlambat…!”
c.       1 Tes 5:2-3, “tiba-tiba…” dan Tuhan suka men-delay (2 Pet 3:4).
4.      Mari baca (pkh 3:1-15, zoom v. 11). Manusia hidup di dalam waktu namun tidak dapat memahami pekerjaan Allah. à membawa kita trust and humble.
5.      Bagaimana kita berespon: yaitu dengan trust and humility, kemudian kita mencari God’s will dan mengerjakan kekudusan kita.
a.       Kita me-redeem waktu: dengan fill it with divine purpose. (mengisinya dengan maksud Tuhan). Kita bukan sekedar memadatkan aktifitas.
6.      Segala sesuatu yg digerakkan oleh LACK… (baik lack of time… lack of wisdom… lack of achievement… lack of wealth…) adalah very definition of IDOLATRY.
7.      Kalimat seperti, “Jika aku bekerja sedikit lebih keras lagi, melakukan lebih lagi, maka aku akan sukses.”à ini berlawanan dengan Injil.
a.       Injil mengatakan kepada kita bahwa tidak ada sesuatu yg dapat kita lakukan untuk dapat menjadi sukses.
b.      Bangunan kesuksesan yg kita buat adalah sepenuhnya berdasar pada “self contruction.” Padahal seharusnya kesuksesan kita dibangun berdasarkan “kepercayaan pada pemeliharaan Tuhan.”
8.      Paulus sibuk di dalam anugerah Tuhan. (1Kor 15:10).
9.      Kita diciptakan di dalam Kristus untuk apa? To do good worksàUntuk melakukan pekerjaan baik yang Ia telah siapkan sebelumnya (Ef 2:10).
a.       Sehingga: “Who we are comes before what we do” dan bukan sebaliknya: apa yg kita lakukan menjelaskan siapa kita (ini salah).
10.  Lalu bagaimana dengan sibuk melayani? Sibuk melayani adalah sesuatu yg wise. Tetapi, mereka yg terlalu sibuk membutuhkan 2 hal: yaitu prayer and rest. Ini adalah 2 hal yg tidak boleh kita buang di dalam pelayanan kita. Tanpa dua hal ini kita tidak bisa memberikan: long-term fruitfulness.
a.       Yesus memakai waktu-Nya untuk masuk ke dalam solitude and prayer (Mrk 1:35; Luk 5:16, 9:10).

SPIRITUAL FORMATION IN HOLY BUSYNESS
1.      The Heartà apa yg menggerakkan kita untuk busy? Apapun itu, kita harus berjuang untuk me-redeem time dengan tetap menghormati boundaries yg Tuhan tetapkan di dalam waktu.
a.       Kita belajar menjadi orang yg sabar di dalam pembentukan Tuhanà Musa menghabiskan waktu dengan sia-sia do Midian selama 40 tahun sebelum akhirnya Tuhan menampakkan diri-Nya di Sinai (Kis 7:30).
2.      The Individualà sibuk adalah pilihan manusia secara personal. Maka untuk menghindari sibuk adalah dengan berkata, “No.” berkata “no” itu perlu namun belumlah cukup.
a.       Kita perlu memanfaatkan real rest, it is not equal watching TV. Real rest mempersiapkan kita untuk melakukan productive activity.
3.      The churchà Gereja perlu memberikan Communal response terhadap isu busyness. Yg perlu dilakukan gereja adalah: menunjukkan adanya cara lain untuk menghidupi hidup.
a.       Misalkan dengan: kebiasaan mengambil waktu tenang bersama-sama komunitas untuk berdoa dan sharing… (hal ini dipandang “buang-buang waktu” oleh manusia sibuk).
b.      Kalau kita berani sibuk, kita juga harus berani berdiam dan tenang di hadapan Tuhan.
c.       Gereja harus memelihara Sabbathà kita mendedikasikan hari sabat untuk memuji dan beristirahat. Kita beristirahat secara fisik dan men-charge baterai rohani kita untuk bisa kembali beraktifitas.
                                                              i.      Jangan hari minggu kita justru bekerja dan malah sibuk mengkonsumsi segala sesuatu.
d.      Tuhan memberikan kita Sabbath, untuk menjelaskan kepada kita bahwa: Tuhan telah memberikan kita waktu yang cukup untuk bekerja. Jadi jangan lagi kita berkata, “Saya butuh bekerja lebih berat lagi, lebih banyak lagi lembur.”
                                                              i.      Workaholic: bukanlah Spiritualitas Kristen. Tapi inilah kebanggaan manusia.
4.      Kasus Martha: adalah bentuk teguran Tuhan kepada mereka yg sibuk melayani dan tidak mempedulikan “berdiam dan mendengar pengajaran Yesus”.
a.       Kita sibuk achieve something… namun kita tidak rela sibuk fullfilled by the word

b.      Dipenuhi dengan relasi di dalam Tuhan, baru semua itu akan mengalir ke dalam aktivitas-aktivitas. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar