Utilitarianism
– Busyness’s aspect in Utilitarianism
(Mzm 127:2, “In vain you rise
early…”; Pkh 3:1-15, “ada waktunya…”)
1. Robert Levine (social
psychologist) melakukan penelitian terhadap 31 Kota di berbagai negara. Ia
mengukur kecepatan berjalan di tiap-tiap kota berbeda. Dan ia menemukan bahwa
kota dimana masyarakatnya berjalan dengan sangat cepat adalah kota yang:
a.
Mengalami
ekonomi yg sedang berkembang pesat, kota-kota industry, populasi yang padat,
iklim dingin, individualism yg tinggi.
2. Manusia punya 2 cara pandang
terhadap waktu:
a.
Clock timeàstressfull. Waktu diukur sangat presisi/
tepat. Cara pandang seperti ini memicu stress.
b.
Event timeàboredom. Waktu diukur berdasarkan event.
Biasanya terjadi pada kota-kota terbelakang. Missal: bis akan jalan kalau
penumpangnya sudah penuh.
c.
Middle time (ini yg dianjurkan Robert
Levine).
3. Kapitalisme: “Khaput”=”the head
of the body”/ pemimpin/ kepalaà Modal.
a.
Pertemuan
antara Profit & Comodityà segala sesuatu bisa diperjual-belikan (termasuk
labor-nya manusia/ pekerjaan manusia itu sendiri). Contoh: jasa apapun yang
menolong/ memberi kenyamanan pada manusia dapat diperjual-belikan (spa, hias
kuku, perdukunan-misticism).
b.
Terjadi
Dehumanisasi di
dalam pabrikà manusia menjadi boredom/ bosan dengan pekerjaannya, rumahnya, rekannyaà
kebosanan menghasilkan kerusakan moral,
kemunduran intelektual, kehancuran spiritualitas
(spiritualitas: busyness- manusia
mengukur keberhasilan dengan achievement/ sibuk atau tidak).
4. Ilustrasi Utilitarian vs
Christianity.
Suatu perahu yang memuat 10
orang, dimana 9 orang diantaranya adalah penumpang dan 1 orang adalah
pengendali perahu. 8 diantaranya mampu berkontribusi bagi keselamatan perahu,
dan 1 orang diantaranya tidak mampu berkontribusi (karena sakit parah). Terjadi
badai sehingga satu orang dari mereka harus berenang demi kapal tidak
tenggelam.
a.
Tindakan
Utilitarian: mayoritas mengambil
voting, bahwa yg satu orang sakit inilah yang harus berenang. Karena ia toh
tidak memberikan kontribusi apa-apa bagi keselamatan banyak orang. Dan ia
adalah orang yang sudah sakit, apabila ia tidak selamat, itu tidak terlalu
memperburuk keadaannya yang memang sudah sakit parah.
b.
Tindakan
Kekristenan: satu orang (yaitu
pengendali perahu) memutuskan bahwa dia sendirilah yang akan berenang, dan
membiarkan yang lainnya selamat. Ia meresikokan dirinya (padahal ia yang paling
mampu mengendalikan perahu).
THE
BUSINESS OF BUSYNESS –
Charles
Anderson
(PhD in NT Univ. of Cambridge)
1. Kita memiliki panggilan: untuk
membaca zaman kita (cultural
hermeneutics-intepretasi zaman):
a.
Understanding the cultural work.
b.
Assessing it theologically (menilai konsep theology yg ada
di dalamnya).
c.
Formulating our response.
2. Paper ini dimulai dengan kalimat,
“I’m late! I’m late! For a Very important
Date!”/ “cepat, cepat… kita sedang dikejar waktu.”
a.
Manusia
sudah tidak punya banyak waktu untuk sesuatu. 24jam/7hari sudah tidak cukup
bagi manusia untuk bekerja.
i.
Starbucks
mensuplay cafein dengan double portion.
ii.
Drive-through:
memfasilitasi kita menarik uang, memesan makanan dengan cepat.
iii.
Sudah
ada drive-in church di Florida. (roti dan anggur dibagi di dalam kemasan,
pembacaan alkitab dengan cepat).
iv.
Manusia
dipercepat sampai langkah mereka kebingungan: namun tidak mempercepat adulthood/
maturity mereka.
3. Menyadari hal ini manusia
mengambil beberapa respon:
a.
Management
waktu: menentukan kembali aktivitas mana yg menjadi prioritas.
b.
Manusia
memperlambat langkah mereka.
c.
Melakukan
squeeze more things.
4. Namun manusia tidak merasa perlu
untuk menjelaskan apa yg sebenarnya sedang terjadi?
Too
Many Choices But Not Enough Boundaries
1. Kita punya banyak pilihan, tapi
tidak punya border. Sehingga pilihan-pilihan yang kita buat adalah borderless.
a.
Isu
tentang borderless semakin kuat di dalam postmodern. Hal ini dipakai di dalam
dunia pendidikan menjadi pendidikan yg interdisipliner.
Contoh: bicara tentang pendidikan tetapi di dalamnya membahas isu sexualitas.
b.
Borderless
membawa kita masuk ke dalam isu Ambiguity of Everythings.
i.
Manusia
kehilangan Identity of Self. Contoh: motivator mengkaji isu-isu
tentang iman, creativitas, breakthrough (terobosan). Padahal isu-isu ini
harusnya Gereja yg handle. Kemudian pendeta merangkap sebagai bendahara gereja.
c.
Borderless
ini berkait dengan spirit unlimited.
Manusia tidak ingin dibatas. à ini adalah bentuk tension
(ketegangan) antara kekinian dan transendensi manusia. Manusia memakai kata,
“saya sedang sibuk… saya sedang meeting!” untuk membangun self-esteem.
à manusia membangun self important.
2. Kita memiliki persepsi mengenai
“waktu”: kita punya penghakiman terhadap: berapa banyak waktu yg kita habiskan
untuk suatu aktivitas.
a.
Dalam
dunia agrarian: how many time spent itu tidak penting, yg menjadi perhatian
adalah: apakah tugas tersebut selesai sesuai dengan musimnya.
b.
Revolusi
Industri mengubah persepsi manusia tentang kerja dan waktu: waktu tidak lagi
diukur berdasarkan kekuatan manusia
mengerjakan, tetapi berdasarkan kekuatan
mesin mengerjakan.
c.
Masuknya
globalisasi dan information economy: membuat meeting di berbagai Negara dapat
dimungkinkan, hal ini menyebabkan persepsi waktu kita bargantung pada type of
work.
d.
Semua
hal ini mempengaruhi our views of
time.
3. Mari kita mendefinisikan busyness? Busyness adalah kombinasi
dari dua hal: activity and speed.
4. Toolkit: setiap kali kita menilai
zaman (cultural hermeneutics): kita perlu paling tidak memakai 2 tools:
a.
Creation
(God’s original good intent).
b.
Fall
(corrosive effects from sin).
Busyness
as Virtue or Vice (sifat buruk)
1. Yang mengerikan: busyness
shapes who we are. Manusia tidak lagi identic dengan job-nya,
tetapi dengan seberapa busy dia.
2. Busyness dapat dipandang sebagai virtue or vice (keburukan).
a.
Kita
harus mengakui pencapaian economic gain adalah karena busyness-nya
manusia. Our prosperity (kemakmuran) yg
kita nikmati adalah hasil dari kerja keras jangka panjang.
BUSYNESS IN THE LIGHT OF
CHRISTIAN WISDOM
Brief Biblical Reflections on
Living in Time
1. God is the Lord of timeà Tuhan menciptakan malam dan siang, musim demi
musim, Ia menetapkan jumlah tahun bagi manusiaà semua itu ada maksudnya.
a.
Tuhan menetapkan batas-batas
waktu bagi aktivitas manusiaà dan ketaatan kepada batas-batas
waktu tsb adalah bentuk Kepercayaan
kita kepada Dia yg memelihara kita.
b.
Yakobus
dengar keras memperingatkan manusia yg ingin terus mengontrol waktu (Yak
4:13-16).
2. Time
is finite
(terbatas)à kita tahu bahwa dunia/ zaman ini akan mencapai
akhirnya (akhir zaman). Waktu akan berakhir. “Kesementaraan” di dunia ini membuat kita memandang waktu
dengan cara yang berbeda.
3. Ada
polarity (berlawanan) in God’s moves. Yaitu antara slowness
and suddenness.
a.
Israel
merana di padang gurun selama 400 tahun baru kemudia Tuhan membebaskan mereka.
b.
Biblical
history menunjukkan suatu pola: menunggu
baru kemudian Tuhan bekerja
dengan mengagumkan.
i.
Lazarus
harus mati dahulu… baru Tuhan bekerja. Martha sudah complain habis-habisan
kepada Tuhan, “Jikalau/ kalau saja Engkau datang lebih cepat… kalau saja
Engkau tidak terlambat…!”
c.
1
Tes 5:2-3, “tiba-tiba…” dan
Tuhan suka men-delay (2 Pet
3:4).
4. Mari baca (pkh 3:1-15, zoom v.
11). Manusia hidup di dalam waktu namun tidak dapat memahami pekerjaan Allah. à membawa kita trust
and humble.
5. Bagaimana kita berespon: yaitu
dengan trust and humility, kemudian kita mencari God’s will dan
mengerjakan kekudusan kita.
a.
Kita
me-redeem waktu: dengan fill it with divine purpose.
(mengisinya dengan maksud Tuhan). Kita bukan sekedar memadatkan aktifitas.
6. Segala sesuatu yg digerakkan oleh
LACK… (baik lack of time…
lack of wisdom… lack of achievement… lack of wealth…) adalah very definition of
IDOLATRY.
7. Kalimat seperti, “Jika aku
bekerja sedikit lebih keras lagi, melakukan lebih lagi, maka aku akan sukses.ӈ ini berlawanan dengan Injil.
a.
Injil
mengatakan kepada kita bahwa tidak ada sesuatu yg dapat kita lakukan untuk
dapat menjadi sukses.
b.
Bangunan
kesuksesan yg
kita buat adalah sepenuhnya berdasar pada “self
contruction.” Padahal seharusnya kesuksesan kita dibangun berdasarkan “kepercayaan pada pemeliharaan Tuhan.”
8. Paulus sibuk di dalam anugerah
Tuhan. (1Kor 15:10).
9. Kita diciptakan di dalam Kristus
untuk apa? To do good worksàUntuk melakukan pekerjaan baik
yang Ia telah siapkan sebelumnya (Ef 2:10).
a.
Sehingga:
“Who we are comes before what we do”
dan bukan sebaliknya: apa yg kita lakukan menjelaskan siapa kita (ini salah).
10. Lalu bagaimana dengan sibuk melayani? Sibuk melayani
adalah sesuatu yg wise. Tetapi, mereka yg terlalu sibuk membutuhkan 2 hal:
yaitu prayer and rest. Ini adalah 2 hal yg tidak boleh kita
buang di dalam pelayanan kita. Tanpa dua hal ini kita tidak bisa memberikan: long-term
fruitfulness.
a.
Yesus
memakai waktu-Nya untuk masuk ke dalam solitude
and prayer (Mrk 1:35; Luk 5:16, 9:10).
SPIRITUAL
FORMATION IN HOLY BUSYNESS
1. The
Heartà apa yg menggerakkan kita untuk busy? Apapun itu, kita harus
berjuang untuk me-redeem time dengan tetap menghormati boundaries
yg Tuhan tetapkan di dalam waktu.
a.
Kita
belajar menjadi orang yg sabar di dalam pembentukan Tuhanà Musa menghabiskan waktu dengan sia-sia do Midian
selama 40 tahun sebelum akhirnya Tuhan menampakkan diri-Nya di Sinai (Kis
7:30).
2. The
Individualà sibuk adalah pilihan manusia
secara personal. Maka untuk menghindari sibuk adalah dengan berkata, “No.” berkata
“no” itu perlu namun belumlah cukup.
a.
Kita
perlu memanfaatkan real rest,
it is not equal watching TV. Real rest mempersiapkan kita untuk melakukan productive activity.
3. The
churchà Gereja perlu memberikan Communal response terhadap isu
busyness. Yg perlu dilakukan gereja adalah: menunjukkan adanya cara lain untuk
menghidupi hidup.
a.
Misalkan
dengan: kebiasaan mengambil waktu tenang bersama-sama komunitas untuk berdoa
dan sharing… (hal ini dipandang “buang-buang waktu” oleh manusia sibuk).
b.
Kalau
kita berani sibuk, kita juga harus berani berdiam
dan tenang di hadapan Tuhan.
c.
Gereja
harus memelihara Sabbathà kita mendedikasikan hari sabat
untuk memuji dan beristirahat. Kita beristirahat secara fisik dan men-charge
baterai rohani kita untuk bisa kembali beraktifitas.
i.
Jangan
hari minggu kita justru bekerja
dan malah sibuk mengkonsumsi segala
sesuatu.
d.
Tuhan
memberikan kita Sabbath, untuk menjelaskan kepada kita bahwa: Tuhan telah
memberikan kita waktu yang cukup untuk bekerja. Jadi jangan lagi kita berkata,
“Saya butuh bekerja lebih berat lagi, lebih banyak lagi lembur.”
i.
Workaholic: bukanlah Spiritualitas Kristen.
Tapi inilah kebanggaan manusia.
4. Kasus
Martha:
adalah bentuk teguran Tuhan kepada mereka yg sibuk melayani dan tidak
mempedulikan “berdiam dan mendengar pengajaran Yesus”.
a.
Kita
sibuk achieve something…
namun kita tidak rela sibuk fullfilled
by the word…
b.
Dipenuhi
dengan relasi di dalam Tuhan,
baru semua itu akan mengalir ke dalam aktivitas-aktivitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar